Aku
menjadi dokter yang terpilih mewakili organisasi proyek perbaikan gizi
masyarakat di suatu kepulauan. Tempat aku bekerja jaraknya hanya satu
jam pelayaran dan terletak dalam satu propinsi dengan tempat tinggal
kami. Atas persetujuan suami, kami berpisah dan setiap dua minggu aku
pulang ke rumah.
Sepeninggalku, ternyata suamiku menunjukkan
dirinya sebagai gay. Dia mempunyai pemuda simpanan teman tidur dan
pemuas sex. Selama aku dinas di kepulauan, pemuda itu beberapa kali
dibawa pulang menginap di rumah. Untuk menyembunyikan sikapnya,
sehari-hari teman gaynya disimpan di luar, disewakan rumah. Kejadian ini
memukul perasaanku. Segala upaya untuk menyadarkan suamiku ternyata
tidak membawa hasil.
Aku membawa kedukaanku di pulau dengan cara
melayani masyarakat setempat. Untuk mengisi kekosongan waktu, aku buka
praktek sebagai dokter umum. Suatu hari ketika jam praktek hampir usai,
seorang pasien laki-laki tegap berkumis dan bercambang datang minta agar
diperiksa. Ia memperkenalkan namamanya Hamid. Keluhannya sering pusing.
“Silakan Pak Hamid naik ke tempat tidur biar saya periksa”.
Segera
aku memeriksa pernafasan, tekanan darah dan lain-lainnya. Ketika
tanganku memegang tangannya yang berbulu lebat, ada perasaan canggung
dan geli. Sewaktu Pak Hamid pamit, dia meninggalkan amplop biaya
pemeriksaan. Ternyata isinya melebihi kewajaran tarip seorang dokter
umum.
Hari berlalu, ketika suatu malam saat aku akan mengunci kamar praktek, dihadapanku telah berdiri Pak Hamid.
“Dokter, apakah masih ada waktu untuk periksa saya ? Maaf saya datang terlalu malam karena ada pekerjaan tanggung”.
Aku
kaget karena kehadirannya tanpa aku ketahui. Dengan senyum geli aku
membuka kembali ruang praktek sambil mempersilakan masuk.
“Dok, saya tidak mempunyai keluhan. Hanya saya ingin tahu apakah tekanan darah saya normal”.
Demikian Pak Hamid mengawali pembicaraan.
“Saya bisa tidur nyenyak setelah makan obat dokter”.
Sambil
memerika, kami berdua terlihat pembicaraan ringan, mulai dari sekolah
sampai hobi. Dari situ aku baru tahu, Pak Hamid telah dua tahun menduda
ditinggal mati istri dan anak tunggalnya yang kecelakaan di Solo. Sejak
saat itu hidupnya membujang. Ketika pamit dari ruang praktekku, Pak
Hamid menawarkan suasana santai sambil menyelam di kepulauan karang.
“Dok, panoramanya sangat indah, pantainya juga bersih lho”.
Aku setuju atas tawaran itu dan Pak Hamid akan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
Dalam
speed boath yang menyeberangkan kami, hanya berisi aku, Pak Hamid dan
pengemudi kapal. Sesampainya disana, aku merasa canggung ketika harus
berganti pakaian selam di hadapan laki-laki. Tapi aku juga belum tahu
cara mengenakan pakaian selam jika tanpa bantuan Pak Hamid. Terpaksa
dengan pakaian bikini aku dibantu Pak Hamid memakai pakaian renang.
Tangan kekar berbulu itu beberapa kali menyentuh pundak dan leherku. Ada
perasaan merinding.
Tanpa terasa kegiatan menyelam menjadi
kegiatan rutin. Bahkan pergi ke tempat penyelaman sering hanya dilakukan
kami berdua, aku dan pak Hamid. Semakin hari jarak hubungan aku dengan
Pak Hamid menjadi lebih akrab dan dekat. Kami sudah saling terbuka
membicarkan keluarga masing-masing sampai dengan keluahanku mengenai
suamiku yang gay. Dia tidak lagi memanggilku Bu Dokter, tapi cukup
namaku, dik Nastiti.
Musim barat hampir tiba, kami berdua di
tengah perjalanan ke tempat penyelaman. Tiba-tiba datang hujan dan angin
sehingga gelombang laut naik-turun cukup besar. Aku mual, sehingga
kapal dibelokkan Pak Hamid ke arah sisi pulau yang terlindung. Kami
turun ke pantai, duduk di bangunan kayu beratap rumbia tempat para
penyelam biasa istirahat sambil menikmati bekal. Hanya ada dua bangku
panjang dan meja kayu di tempat itu. Angin kencang menyebabkan tubuh
kami basah dan dingin. Aku duduk mepet ke Pak Hamid. Aku tidak menolak
ketika Pak Hamid memelukku dari belakang. Tangan berbulu lebat itu
melingkar dalam dada dan perutku. Dekapan itu terasa hangat dan erat.
Aku memejamkan mata sambil merebahkan kepalaku di pundaknya, sehingga
rasa mabuk laut mulai reda.
Sebuah kecupan ringan melekat di
keningku, kemudian bergeser ke bibir, aku berusaha menolak, tapi tangan
yang melingkar di dadaku berubah posisi sehingga dengan mudah menyusup
dalam BHku. Tiba-tiba badanku terasa lemas saat jari tangan itu membuat
putaran halus di puting susuku. Bibir berkumis lebat itu menjelajah ke
bagian sensitip di leher dan belakang telingaku. Persasaan nikmat dan
merinding menjalar dalam tubuhku. Bibir itu kembali bergeser lambat
menyusur dagu, bergerak ke leher, pundak dan akhirnya berhenti di buah
dadaku. Aku tidak tahu kapan kaitan BH itu terbuka. Dorongan kuat muncul
di vaginaku, ingin rasanya ada benda bisa mengganjal masuk.
Tangan
kekar itu akhirnya membopongku dan meletakkan di atas meja kayu. BHku
telah jatuh di atas pasir, mulut dan tanggan Pak Hamid bergantian
menghisap dan meremas kedua gunungku, kanan kiri. Aku bagaikan melayang,
kedua tanganku menjambak rambut Pak Hamid. Kepalaku tanpa terkendali
bergerak ke kanan dan kiri semakin liar disertai suara eluhan nikmat.
Oooohhhhh……oohhhh… ooooohhhh……aauuhhhhhh. Kedua tangannya semakin
kencang meremas buah dadaku. Mulutnya bergeser perlahan ke bawah
menelusur pusar…….. terus….vaginaku. Ahhh…… husss……. ahh…… aahhhhhh.
Ketika
mulut itu menemukan klitorisku, jeritanku tak tertahan Auh..h…h…
aahhh….. husss….. sebuah benda lunak menyeruak bibir vaginaku. Bergerak
perlahan dalam usapan halus serta putaran di dinding dalam, membuatku
semakin melayang. Tanpa terasa eranganku semakin keras. Untuk menambah
kenikmatan, aku angkat tinggi pantatku ke atas. Ingin rasanya benda itu
masuk lebih dalam. Tapi aku hanya memperoleh dipermukaan.
Ooohhhh……..haahh…… haaahh…huuu…………….
t..e…r…u….s…..se..se..se..dikit…atas. Ooohhh…….aahhh ……….. Sebuah
hisapan kecil di klitorisku memperkuat cengkeraman tanganku di pinggir
meja. Hisapan itu semakin lama semakin kuat…. kuat dan kuat…..
menjadikan kenikmatan tak terhingga…. memuncul denyutan orgasme.
Otot-otot disekitar vaginaku mengejang nikmat dan nikmat sekali.
Sesekali nafasku tersengal
aaa………..hhhhhh……………huuu…………..aahhhhh….aahhhh……… aaaahhhhhhhh……. ahhhh……
huhhhhhhh…ehhhhhh. Denyut itu menjalar dintara pangkal paha dan pantat
ke seluruh tubuh. Orgasme yang sempurna telah aku dapatkan. Puncak
kenikmatan telah aku rasakan.
Lemas sekujur tubuhku, aku ingin
dipeluk erat, aku ingin ada sebuah benda yang masih tertinggal dalam
vaginaku untuk mengganjal sisa denyutan yang masih terasa. Tapi aku
hanya menemukan kekosongan. Tangan-tangan berbulu itu dengan pelan
membuka kembali pahaku. Kedua kakiku diangkat diantara bahunya. Kemudian
terasa sebuah benda digeser-geser dalam vaginaku. Semula terasa geli,
tapi kemudian aku sadar Pak Hamid sedang membasahi penisnya dengan
cairan kawinku. Seketika aku bangun sambil menutup kedua kakiku. Aku
mendorong badannya, dan aku menangis. Sambil membuang muka aku
sesenggukan. Kedua tanganku menutup dada dan selangkangan. Pak Hamid
tertunduk duduk dibangku menjauhi aku. Ia sadar aku tidak mau dijamah
lebih dari itu. Sambil menelungkupkan badan di meja, tangisku tetahan.
Pak Hamid mendekati dan dengan lembut ia membisikkan kata permintaan
maaf. Diapun menyorongkan BH serta celana dalamku. Aku tetap menangis
sambil menutup muka dengan kedua tanganku. Akhirnya pak Hamid pergi
menjauh menuju kapal mengambil bekal.
Kami duduk berjauhan tanpa
kata-kata. Sekali lagi Pak Hamid mengajukan permintaan maaf dan
berjanji tidak mengulang kejadian itu. Ia menyerahkan botol air mineral
kepadaku.
“Maafkan aku dik Nastiti, aku khilaf, aku telah lama
tidak merasakan seperti ini sehingga aku khilaf. Aku minta maaf yah, aku
harap kejadian ini tidak mengganggu persahabatan kita. Yuk kita minum
dan makan siang, terus pulang”.
Aku merasa iba pada Pak Hamid.
Ternyata dengan tulus dia masih bisa menahan syahwatnya. Padahal bisa
saja memaksa dan memperkosaku.
Kesadaranku mulai pulih, emosiku
mereda. Aku mulai berpikir pada kejadian tadi, bukankah aku telah
terlanjur basah saat ini ? Bukankah bagian dari kehormatanku telah
dijamah Pak Hamid ? Bukankah tubuhku yang paling sensitif telah
dinikmati Pak Hamid ? Apa artinya mempertahankan kesucian perkawinan ?
Bukankah aku tidak pernah menikmati rasa seperti ini dengan suamiku ?
Bukankah aku telah kawin dengan seorang gay ? Yah aku telah diusir dari
rumahku oleh teman gay suamiku. Tapi itu bukan salah suamiku. Ia
terlahir dengan kelainan jiwa. Ia menjadi gay dengan menanggung
penderitaan. Ia terpaksa memperistri aku hanya untuk menutupi gaynya.
Aku ingin merasakan kenikmatan, tapi aku tidak ingin jadi korban, aku
tidak ingin punya anak dari hubungan ini dengan Pak Hamid.
Keberanianku
mulai muncul. Aku melompat dan memeluk Pak Hamid. Kelihatan Pak Hamid
ragu pada sikapku sehingga tangannya tidak bereaksi memelukku. Aku
bisikan kata mesra.
“Pak, aku kepingin lagi, seperti tadi, tapi aku minta kali ini jangan dikeluarkan di dalam”.
“Maksud dik Nastiti….. ”
Sebelum
dia menyelesaikan kata-katanya, tanganku meraba ke penisnya. Kemudian
tanganku menyusup dalam celana renangnya. Sebuah benda yang tidur
melingkar, tiba-tiba bangun karena sentuhanku…
”Tapi jangan dikeluarkan di dalam ya Pak….”.
“Terima kasih dik….”.
Senyum
Pak Hamid berkembang. Kembali aku didekap, aku dipeluk erat oleh kedua
tangan kekar. Aku benamkan mukaku di dada bidang berbulu.
Tanpa
komando aku duduk di atas meja sambil tetap memeluk Pak Hamid. Aku diam,
mataku terpejam ketika pelan-pelan aku direbahkan di atas meja. Satu
persatu pengikat BHku lepas sehingga tampaklah susuku yang masih sangat
padat lengkap dengan putingnya yang berwarna coklat kemerahan dan sudah
berdiri dengan pongahnya. Kedua tangannya meraih dadaku, mulut hangat
menyelusur gunungku, perlahan-lahan bergeser ke bawah, semakin ke bawah
gerakkannya semakin liar. Gesekan kumis sepanjang perut membuatku
menegang. Aku pasrah ketika celana dalamku ditarik ke bawah lepas dari
kaki sehingga kini aku sudah benar-benar bagaikan bayi yang baru lahir
tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhku. Mulut hangat itu kembali
bermain lincah diantara bibir bawahku yang ditutupi rambut-rambut
kemaluan yang berwarna hitam legam dan tumbuh dengan lebatnya
disekeliling lubang kawinku dan clitorisku terasa sudah mengeras
pertanda aku sudah dilanda nafsu kawin yang amat menggelegak.
Kenikmatan
kembali menjalar di rahimku. Auh….e.e.e.e.e.e.e…..haaah…haaah…haah.
Auhhhhsss…… aku mengerang. Pak Hamid sambil berdiri di tepi meja
mengusapkan benda panjang dan keras di klitorisku. Aa……hhhh…..uhhh..
jeritan kecil tertahan mengawali dorongan penis Pak Hamid menyusup
vaginaku. Pantatku diangkat tinggi dengan kedua tangannya ketika benda
itu semakin dalam terbenam. Tanpa hambatan penis Pak Hamid masuk lebih
dalam menjelajah vaginaku. Dimulai dengan gerakan pendek maju mudur
berirama semakin lama menjadi panjang. Nafasku tersengal menahan setiap
gerak kenikmatan. Aaah….ahh…..ahh…….haaaa……………………..haassss…….
Entah
berapa lama aku menerima irama gerakan maju mundur benda keras dalam
vaginaku. Aku telah merasakan denyut orgasme. Auuuuuuuuhhhhh………… Jeritan
dan cengkeraman tanganku di pundak belakang penanda aku mencapai puncak
orgasme. Gerakan benda itu dalam vaginaku masih tetap berirama, tegar
maju mundur dan membuat gesekan dengan sudut-sudut sensitif. Tiba-tiba
irama gerakan itu berubah menjadi cepat, semakin cepat….. suara eluhan
Pak Hamid terdengar dan otot vaginaku kembali ikut menegang, yah… aku
mau kembali orgasme… aaahhhhhhhhhhhh……. aahhhh…. Tiba-tiba benda dalam
vaginaku ditarik keluar. Semprotan cairan hangat mengenai pahaku dan
meleleh di atas meja. Pak Hamid mencapai puncak kenikmatan. Pak Hamid
memenuhi janjinya, tidak mengeluarkan cairan mani dalam vaginaku. Aku
lemas…..lemas sekali seperti tidak bertulang. Aku didekap lembut dan
sebuah ciuman di kening menambah berkurang daya kekuatanku.
Tiga
tahun kemudian setelah kejadian di pulau itu, aku telah menikmati
hari-hari bahagiaku. Aku sekarang telah menjadi nyonya Hamid. Di
pelukanku ada si mungil Indri, buah hati kami berdua. Setelah perceraian
dengan suamiku, satu tahun kemudian aku menikah dengan Pak Hamid.
Mantan suamiku mengirim berita ia sekarang sekolah di Australia. Tapi
aku tahu semua itu hanya kamuflase, seperti dalam pengakuannya lewat
telepon, mantan suamiku menetap di Sydney agar dapat memperoleh
kebebasan menjadi kaum gay.