Sebut
saja namaku Lilis. Sudah dua tahun lebih aku bekerja sebagai seorang
pembantu di keluarga Pak Dimas, seorang kepala desa yang sangat
dihormati oleh warga setempat. Dan selama itu pulalah aku merasakan
pahit-manisnya menjadi seorang pembantu, t
ermasuk manisnya di
perkosa.Malam itu udara terasa panas, sampai-sampai aku susah sekali
untuk tidur. Baru setelah aku ganti pakaian dengan daster tipis dan
menyalakan kipas angin, barilah aku bisa tertidur. Dalam tidur aku
sempat bermimpi, Pak Jali, yang merupakan sopir pribadi keluarga Pak
Dimas, datang menemuiku. Lucunya, Pak Jali datang menemuiku dalam
keadaan telanjang bulat. Meskipun usianya sudah paruh baya, dan berbadan
agak pendek, namun beliau masih memiliki postur tubuh yang kekar dan
berotot. Khas orang desa yang suka bekerja keras. Dan yang membuatku
geli adalah “buah terong” yang menggantung indah di pangkal pahanya.
Ih…, begitu menggemaskan.Perlahan-lahan beliau mendekatiku dan langsung
meremas remas buah dadaku yang telah terbuka bebas. Entah kenapa belaian
Pak Jali terasa begitu nyata, seperti bukan dalam mimpi. Bahkan ketika
bibir tebalnya mulai melumat kupingku aku sempat tersentak dan
perlahan-lahan terjaga dari tidurku.
Namun betapa terkejutnya aku saat mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi. Ternyata apa yang aku rasakan tadi bukan sekedar mimpi.
Dihadapanku ternyata benar-benar ada sosok Pak Jali yang memeluk
tubuhku.”Pak Jali…! Apa yang Bapak lakukan…?” Aku mendorong tubuh Pak
Jali kuat-kuat sehingga dia terjengkang ke belakang. Segera aku menutupi
tubuhku yang ternyata juga nyaris telanjang dengan selimut.”Tenang,
Lis! Sudah lama aku memendam nafsuku terhadapmu…!” Kembali Pak Jali
mencoba merengkuh tubuhku. Namun kembali aku mendorong tubuhnya
kuat-kuat ke belakang.”Pergi…!” bentakku.”Atau saya akan
teriak!”Silahkan teriak! Percuma saja kamu teriak. Karena tidak akan ada
orang yang mendengarmu. Apa kamu lupa, Pak Dimas dan keluarga tadi sore
sudah berangkat ke Bandung untuk liburan! Jadi lebih baik kamu turuti
saja keinginanku!”Pak Jali tersenyum sinis.Aku semakin ketakutan ketika
Pak Jali kembali mendekatiku. Segera saja aku melompat dari ranjang dan
mencoba berlari ke arah pintu dengan kondisi telanjang. Namun sial! Aku
kalah cepat dengan Pak Jali. Dengan cepat, ia menyergapku dari belakang
dan menghimpitkan tubuhku ke arah dinding. Kedua tangannya mencengkeram
kuat lenganku ke atas tembok, sedangkan kedua kakinya mengunci kakiku
sehingga aku sulit untuk bergerak. Aku mencoba untuk meronta sekuat
tenaga. Namun percuma, tenaga Pak Jali memang jauh lebih kuat
dibandingkan tenagaku yang hanya seorang wanita.
Semakin kuat aku
meronta, semakin kuat cengkeraman Pak Jali di Tubuhku.”Tolong, Pak!
Lepaskan saya!” aku menangis dan mengemis kepada Pak Jali. Namun percuma
saja. Beliau tidak mendengarkan perkataanku. Bahkan dengan liar Pak
Jali menghunjamiku dengan ciuaman mautnya. Lama kelamaan tanagaku
terkuras habis. Tubuhku menjadi lemas. Aku sudah tidak bisa berbuat
apa-apa lagi. Yang bisa aku lakukan hanyalah pasrah dan menuruti aturan
mainnya Pak Jali.Perlahan-lahan cengkeraman Pak Jali mulai mengendor.
Perlakuannya yang semula kasar mulai melunak dan berubah menjadi lembut.
Bahkan aku mulai masuk dalam permainannya ketika dengan lembut Pak Jali
mulai menggesek-gesekkan batan kejantanannya ke atas pahaku. Seketika
itu kakiku terasa lemas dan lunglai. Aku tak kuat lagi menopang berat
badanku sendiri, sehingga aku mulai terkulai. Namun dengan sigap, Pak
Jali segera menangkap tubuhku, mengangkatnya lalu membopongku ke atas
ranjang.Sesaat terlintas di wajah Pak Jali sebuah senyum kemenangan.
Kemudian dengan lembut ia mulai melumat bibirku. Entah kenapa aku tidak
kuasa untuk menolaknya. Bahkan ada dorongan kuat dari dalam diriku untuk
membalas lumatannya itu. “Nah…, begitu dong Lis! Kalau begini kan lebih
enak!” kata Pak Jali senang.Aku tersenyum tersipu-sipu.”Bapak benar,
mungkin lebih baik saya menuruti bapak dari pertama tadi. Lagipula,
sudah lama juga saya tidak mendapatkan sentuhan laki-laki”Kembali Pak
Jali tersenyum senang.”Trus, ngapain kamu tadi pake coba berontak,
Lis?”"Tadi saya cuma kaget saja. Di balik penampilan bapak yang
bersahaja, kok tega-teganya bapak mencoba memperkosa saya. Tapi…, ah
sudahlah! Yang pentingkan sekarang saya sudah menjadi milik
Bapak!”Kembali Pak Jali mulai mencumbuku. Ciumannya mulai merambat
melalui leherku kemudian turun ke buah dadaku.
Kumis tebalnya yang
kasar menyapu kulit dadaku sehingga menimbulkan sensasi tersendiri yang
semakin membuatku serasa terbang ke angkasa.Ciuman dan jilatan Pak Jali
terus bergerak turun. Sementara tangan kirinya meremas-remas buah
dadaku, tangan kanannya tengah sibuk di pangkal pahaku membuat
pilinan-pilinan yang kurasa nikmat.”Oh…, Pak Jali! Jangan siksa aku
seperti ini!” rengekku.Pak Jali tidak memperdulikan ucapanku. Justru ia
malah menyibakkan rumput-rumput liar yang menghalangi pintu goa
darbaku.”Wah…, Lis! Indah sekali memiaw kamu. Warnanya merah muda dengan
baunya yang semerbak. Oh…, sungguh mempesona. Bagaikan sekuntum mawar
merah yang tengah merekah di pagi hari. Pasti kamu merawatnya dengan
baik. Oh…, Lis! Aku suka sekali dengan memiaw yang seperti
ini…!”Perlahan-lahan Pak Jali menjulurkan lidahnya dan menyapu permukaan
klitorisku. Terasa kasar, memang. Tapi nikmat!”Ayolah, Pak…! Ouhh…, aku
sudah tidak tahan lagi. Aku terus mengemis kepada Pak Jali. Namun dia
terus mempermainkan emosiku. Akhirnya aku mencari inisiatif lain.Aku
mencoba menggerayangi tubuh kekar Pak Jali sambil mencari-cari buah
terong yang menggantung di pangkal pahanya.Dan tidak susah bagiku untuk
menemukan buah terong sebesar itu. Dengan lembut dan manja, aku mulai
mengocok batang kont*l Pak Jali di sertai dengan pijatan-pijatan yang
membuat beliau merem melek.
Perlahan aku membimbing kont*lnya
menuju ke memiawku yang sudah basah. Namun dengan nakal, Pak Jali hanya
menempelkan dan menggesek-gesekkan ujung kepala kont*lnya di atas bibir
vaginaku. Terasa geli, memeng. Tapi sensasi yang aku rasakan terasa
begitu nikmat. Belum pernah aku merasakan yang seperti ini.”Oh…, Pak
Jali! Ayolah….aku udah nggak tahan lagi…, cepet masukin dong!”Aku sudah
tak bisa tahan diperlakukan seperti itu. Perlahan aku menaikkan pantatku
ke atas untuk menyambut kejantanan Pak Jali yang sudah ngaceng.
Kemudian aku menekan pantat Pak Jali ke bawah supaya kont*l itu bisa
masuk dengan sempurna.”Aaarrrghhh…!” aku menjerit kecil ketika batang
kont*l Pak Jali yang besar itu menembus liang vaginaku. Awalnya terasa
seret dan perih, karena ukuran k*ntol Pak Jali memang besar dan panjang
bila dibandingkan dengan milik suamiku. Namun setelah buah terong itu
tertanam beberapa saat di dalam liang vaginaku, rasa perih itu perlahan
berubah menjadi rasa nikmat.Perlahan-lahan Pak Jali mulai mengayunkan
pantatnya naik dan turun.”Hooohh.., Pak! Ssstt…, enak Pak!” aku jadi
ngomong tak karuan.”A…yo, Lis!Goyangkan ju…ga pan..tatmu! Ooohhh…!”Aku
menuruti kata Pak Jali. Kucoba untuk mengikuti irama dan gerakan-gerakan
nikmat yang dilakukan Pak Jali. Gesekan-gesekan halus antara batang
kont*l Pak Jali dengan dinding vaginaku terasa begitu nikmat.”Ohhh…,
Lis! Ya…begitu…! Te…rus…goyangkan pantatmu! Uuuhh…, oohh…, yes…!”Pak
Jali tampak begitu menikmati permainan kami. Kulihat wajahnya menengadah
dengan mata terpejam, seolah meresapi sedotan dari vaginaku. Sesekali
dari bibirnya terdengar lenguhan dan desisan kenikmatan.Akupun juga
menikmati sodokan-sodokan mantap batang k*ntol Pak Jali. Bahkan aku
memeluk tubuh kekar Pak Jali dengan erat. Seolah tak ingin berhenti dari
permainan itu. Keringat mengalir deras melalui pori-pori tubuh kami,
sehingga dada bidang Pak Jali yang berbulu lembut tampak mengkilat
karena basah oleh keringat.
Aku tidak menyangka, ternyata di
usianya yang mencapai setengah abad itu, Pak Jali masih memiliki stamina
yang prima. Sampai-sampai aku kewalahan menghadapi goyangan dan sodokan
mautnya. Hingga akhirnya aku merasakan ada sesuatu yang berdenyut dari
dalam rahimku.”Ooohh…, Pak! Saya…, mau ke..luar…!Ssshhhtt…, Arrhhhggg…!”
Aku tidak kuat lagi menahan sesuatu yang mendesak keluar dari dalam
rahimku. Namun Pak Jali masih terus mengayunkan kont*lnya keluar masuk
dan menusuk-nusuk goa darbaku. Dan beberapa saat kemudian, aku juga
merasakan batang k*ntol Pak Jali mulai berdenyut-denyut didalam
vaginaku. Sampai akhirnya….”Aaaoouuhhh…, Lis! Nikmat bangeet!”Cairan
putih kental menyembur deras dari ujung tongkol Pak Jali. Pak Jalipun
kemudian menjatuhkan diri ke sisi tubuhku. Nafasnya tampak
terengah-engah dan terlihat kecapean.”Oh…, Pak Jali! Bapak memang
benar-benar hebat. Sudah lama saya tidak merasakan nikmat seperti ini.
Terima kasih ya Pak!” Aku memeluk tubuh Kekar Pak Jali.Kusandarkan
kepalaku di dada bidang Pak Jali sambil mengelus-elus bulu-bulu lembut
yang berbaris rapi sampai ke pangkal pahanya. Dengan lembut pula Pak
Jali membelai rambutku yang sedikit oleh keringat. Ah…, ternyata
diperkosa itu tidak selamanya tidak enak. Kali ini justru aku
mengharapkannya lagi….