Ini
adalah pengalamanku yang kesekian kalinya bersetubuh dengan wanita
setengah baya. Kejadiannya pada saat kenaikkan kelas, aku mendapat
liburan satu bulan dari sekolah. Untuk mengisi waktu liburanku, aku
mengiyakan ajakan Mas Iwan sopir Pak RT tetanggaku untuk berlibur
dikampungnya. Disebuah desa di Jawa Barat. Katanya, sekalian mau nengok
istrinya
. Aku tertarik omongan Mas Iwan bahwa gadis-gadis di kampungnya
cantik-cantik dan mulus-mulus. Aku ingin buktikan omongannya.
Dengan
mobil pinjaman dari ayahku, kami berangkat ke sana. Setelah menempuh
perjalanan yang cukup jauh, akhirnya sekitar jam 17.00 WIB kami tiba di
kampungnya. Rumah Mas Iwan berada cukup jauh dari rumah tetangganya.
Rumahnya cukup bagus, untuk ukuran di kampung, bentuknya memanjang.
di rumah Mas Iwan kami disambut oleh Mbak Irma, istrinya dan Tante Sari
mertuanya. Ternyata Mbak Irma, istri Mas Iwan, seorang perempuan yang
sangat cantik. Kulitnya putih bersih dan bodynya sangat sexy. Sedangkan
Tante Sari tak kalah cantiknya dengan Mbak Irma. Meskipun sudah berumur
empat puluhan, kecantikannya belum pudar. Bodynya tak kalah dengan gadis
remaja. Oh ya, Tante Sari bukanlah ibu kandung Mbak Irma. Tante Sari
kimpoi dengan Bapak Mbak Irma, setelah ibu kandung Mbak Irma meninggal.
Tapi setelah lima tahun menikah, bapak Mbak Irma yang meninggal, karena
sakit. Jadi sudah sepuluh tahun Tante Sari menjanda.
Sekitar jam 20.00 WIB, Mas Iwan mengajakku makan malam ditemani Mbak
Irma dan Tante Sari. Sambil makan kami ngobrol diselingi gelak tawa.
Walaupun kami baru kenal, tapi karena keramahan mereka kami serasa sudah
lama kenal. Selesai makan malam Mas Iwan dan Mbak Irma permisi mau
tidur. Mungkin mereka sudah tak sabar melepaskan hasrat yang sudah lama
tak tersalurkan. Tinggal aku dan Tante Sari yang melanjutkan obrolan.
Tante Sari mengajakku pindah ke ruang tamu. Pas di depan kamar Mas Iwan.
Saat
itu Tante Sari hanya mengenakan baju tidur transparan tanpa lengan.
Hingga samar-samar aku dapat melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang sexy.
Tante Sari duduk seenaknya hingga gaunnya sedikit tersingkap. Aku yang
duduk dihadapannya dapat melihat paha mulusnya, membangkitkan nafsu
birahiku. Penisku menegang dari balik celanaku. Tante Sari membiarkan
saja aku memelototi paha mulusnya. Bahkan dia semakin lebar saja membuka
pahanya.
Semakin malam obrolan kami semakin hangat. Tante Sari
menceritakan, semenjak suaminya meninggal, dia merasa sangat kesepian.
Dan aku semakin bernafsu mendengar ceritanya, bahwa untuk menyalurkan
hasrat birahinya, dia melakukan onani. Kata-katanya semakin memancing
nafsu birahiku. Aku tak tahan, nafsu birahiku minta dituntaskan. Akupun
pergi kekamar mandi. Sampai di kamar mandi, kukeluarkan penisku dari
balik celanaku. Kukocok-kocok sekitar lima belas menit. Dan crot! crot!
crot! Spermaku muncrat kelantai kamar mandi. Lega sekali rasanya.
Setelah
menuntaskan hasratku, aku balik lagi ke ruang tamu. Alangkah
terkejutnya aku. Disana di depan jendela kamar Mas Iwan yang kordennya
sedikit terbuka kulihat Tante Sari sedang mengintip ke dalam kamar, Mas
Iwan yang sedang bersetubuh dengan istrinya.
Nafas Tante Sari
naik turun, tangannya sedang meraba-raba buah dadanya. Nafsu birahiku
yang tadi telah kutuntaskan kini bangkit lagi melihat pemandangan di
depanku. Tanpa berpikir panjang, kudekap tubuh Tante Sari dari belakang,
hingga penisku yang sudah menegang menempel hangat pada pantatnya,
hanya dibatasi celanaku dan gaun tidurnya. Tanganku mendekap erat
pinggang rampingnya. Dia hanya menoleh sekilas, kemudian tersenyum
padaku. Merasa mendapat persetujuan, aku semakin berani. Kupindahkan
tanganku dan kususupkan kebalik celana dalamnya. Kuraba-raba bibir
vaginanya.
“Ohh… Don… Enakk,” desahnya, ketika kumasukkan
jari-jariku ke dalam lubang vaginanya yang telah basah. Setelah puas
memainkan jari-jariku dilubang vaginanya, kulepaskan dekapan dari
tubuhnya. Kemudian aku berjongkok di belakangnya. Kusingkapkan gaun
tidurnya dan kutarik celana dalamnya hingga terlepas. Kudekatkan wajahku
ke lubang vaginanya. Kusibakkan bibir vaginanya lalu kujulurkan lidahku
dan mulai menjilati lubang vaginanya dari belakang, sambil
kuremas-remas pantatnya. Tante Sari membuka kedua pahanya menerima
jilatan lidahku. Inilah vagina terindah yang pernah kurasakan.
“Oohh…
Don… Nik… mat,” suara Tante Sari tertahan merasakan nikmat ketika
lidahku mencucuk-cucuk kelentitnya. Dan kusedot-sedot bibir vaginanya
yang merah.
“Ohh… Don… Luarr… Biasaa… Enakk… Sedott… terus,” pekiknya semakin keras.
Cairan
kelamin mulai mengalir dari vagina Tante Sari. Hampir setiap jengkal
vaginanya kujilati tanpa tersisa. Tante Sari menarik vaginanya dari
bibirku, kemudian membalikkan tubuhnya sambil memintaku berdiri. Dia
mendorong tubuhku ke dinding. Dengan cekatan ditariknya celanaku hingga
terlepas, maka penisku yang sudah tegang, mengacung tegak dengan
bebasnya.
“Ohh… Luar biaassaa… Don… Besar sekali,” serunya kagum.
“Isepp… Tante, jangan dipandang aja,” pintaku.
Tante
Sari mengabulkan permintaanku. Sambil melepaskan gaun tidurnya, dia
lalu berjongkok dihadapanku. Wajahnya pas di depan selangkanganku.
Tangan kirinya mulai mengusap-usap dan meremas-remas buah pelirku.
Sedangkan tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal penisku dengan irama
pelan tapi pasti. Mulutnya didekatkan kepenisku dan dia mulai menjilati
kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala penisku. Aku meringis
merasakan geli yang membuat batang penisku semakin tegang.
“Ohh…
Akhh… Tan… Te… Nikk.. matt,” seruku tertahan, ketika Tante Sari mulai
memasukkan penisku kemulutnya. Mulutnya penuh sesak oleh batang penisku
yang besar dan panjang. penisku keluar masuk di mulutnya. Tante Sari
sungguh lihai memainkan lidahnya. Aku dibuatnya seolah-olah terbang
keawang-awang.
Tante Sari melepaskan penisku dari kulumannya
setelah sekitar lima belas menit. Kemudian dia memintaku duduk dilantai.
Dia lalu naik kepangkuanku dengan posisi berhadapan. Diraihnya batang
penisku, dituntunnya ke lubang vaginanya. Perlahan-lahan dia mulai
menurunkan pantatnya. Kurasakan kepala penisku mulai memasuki lubang
yang sempit. Penisku serasa dijepit dan dipijit-pijit. Mungkin karena
sudah sepuluh tahun tidak pernah terjamah laki-laki. Meski agak susah,
akhirnya amblas juga seluruh batang penisku ke dalam lubang vaginanya.
Tante
Sari mulai menaik-turunkan pantatnya, dengan irama pelan. Diiringi
desahan-desahan lembut penuh birahi. Sesekali dia memutar-mutar
pantatnya, penisku serasa diaduk-aduk dilubang vaginanya. Aku tak mau
kalah, kuimbangi gerakkannya dengan menyodok-nyodokkan pantatku ke atas.
Seirama gerakkan pantatnya.
Oh, senangnya melihat penisku sedang
keluar masuk vaginanya. Bibirku menjilati buah dadanya secara
bergantian, sedangkan tanganku mendekap erat pinggangnya. Semakin lama
semakin cepat Tante Sari menaik turunkan pantatnya. Nafasnya
tersengal-sengal. Dan kurasakan vaginanya berkedut-kedut semakin keras.
“Ohh… Don… Aku… Mau… Keluarr,” pekiknya.
“Tahan… Tan… Te… Akuu… Belumm… Mauu,”sahutku.
“Akuu… Tak… Tahann… Sayang,” teriaknya keras.
Tangannya mencengkeram keras punggungku.
“Akuu… Ke… Ke… Luarr… Sayangg,” jeritnya panjang.
Tante
Sari tak dapat menahan orgasmenya, dari vaginanya mengalir cairan yang
membasahi seluruh dinding vaginanya. Tante sari turun dari pangkuanku
lalu merebahkan tubuhnya dipangkuan. Kepalanya berada pas
diselangkanganku. Tangannya mengocok-ngocok pangkal penisku. Dan
mulutnya mengulum kepala penisku dengan lahapnya.
Perlakuannya
pada penisku membuat penisku berkedut-kedut. Seakan-akan ada yang
mendesak dari dalam mau keluar. Dan kurasakan orgasmeku sudah dekat.
Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya keselangkanganku. Hingga
penisku semakin dalam masuk kemulutnya.
“Akhh… Tante… Akuu… Mau keluarr,” teriakku.
“Keluarin… Dimulutku sayang,” sahutnya.
Tante sari semakin cepat mengocok dan mengulum batang penisku. Diiringi jeritan panjang, spermaku muncrat ke dalam mulutnya.
“Ohh… Kamu… Hebatt… Don, aku puas,” pujinya, tersenyum ke arahku. Tanpa
rasa jijik sedikitpun dia menjilati dan menelan sisa-sisa spermaku.
Suara
ranjang berderit di dalam kamar, membuat kami bergegas memakai pakaian
dan pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Kemudian masuk ke kamar
Masing-masing. Beberapa menit kemudian kudengar langkah kaki Mbak Irma
ke kamar mandi. Dari balik jendela kamarku dapat kulihat Mbak Irma hanya
mengenakan handuk yang yang dililitkan ditubuhnya. Memperlihatkan paha
mulus dan tubuh sexynya. Membuatku mengkhayal, alangkah senangnya bisa
bersetubuh dengan Mbak Irma.
Sekitar jam 02.00 dinihari, aku
terbangun ketika kurasakan ada yang bergerak-gerak di selangkanganku.
Rupanya Tante Sari sedang asyik mengelus-elus buah pelirku dan menjilati
batang penisku.
“Akhh… terus… Tante… terus,” gumanku tanpa
sadar, ketika dia mulai mengulum batang penisku. Dengan rakus dia
melahap penisku. Sekitar sepuluh menit berlalu kutarik penisku dari
mulutnya. Kusuruh dia menungging, dari belakang kujilati lubang
vaginanya, bergantian dengan lubang anusnya. Setelah kurasa cukup,
kuarahkan penisku ke lubang vaginanya yang basah dan memerah. Sedikit
demi sedikit penisku memasuki lubang vaginanya. Semakin lama semakin
dalam, hingga seluruh batang penisku amblas tertelan lubang vaginanya.
Aku mulai memaju mundurkan pantatku, hingga penisku keluar masuk lubang vaginanya. Sambil kuremas-remas pantatnya.
“Ooh… Don… Nikk… Matt… Bangett,” rintihnya.
Aku
semakin bernafsu memaju mundurkan pantatku. Tante sari mengimbangi
gerakkanku dengan memaju mundurkan juga pantatnya, seirama gerakkan
pantatku. Membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Semakin lama semakin
cepat gerakkan pantatnya.
“Don… Donnii… Akuu… Tak… Tahann,” jeritnya.
“Akuu… Mauu… Ke… Keluarr,” imbuhnya.
Kurasakan vaginanya berkedut-kedut dan menjepit penisku. Tangannya mencengkeram dengan keras diranjang.
“Ooh… Oo… Aku… Keluarr,” lolongnya panjang.
Dan
kurasakan ada cairan yang merembes membasahi dinding-dinding vaginanya.
Tante Sari terlalu cepat orgasme, sedangkan aku belum apa-apa. Aku tak
mau rugi, aku harus puas, pikirku. Kucabut penisku dari lubang vaginanya
dan kuarahkan ke lubang anusnya.
“Akhh… Donn… Jangann… Sakitt,”
teriaknya, ketika kepala penisku mulai memasuki lubang anusnya. Aku tak
memperdulikannya. Kudorong pantatku lebih keras hingga seluruh batang
penisku masuk ke lubang anusnya. Dan kurasakan nikmatnya jepitan lubang
anusnya yang sempit. Perlahan-lahan aku mulai menarik dan mendorong
pantatku, sambil memasukkan jari-jariku ke lubang vaginanya. Tante sari
menjerit-jerit merasakan nikmat dikedua lubang bawahnya.
“Enak khan Tante?” tanyaku.
“Hemm… Enakk… Banget… Sayang,” sahutnya sedikit tersipu malu.
Semakin
lama semakin cepat kusodok lubang anusnya. Sambil kutepuk-tepuk
pantatnya. Kurasakan penisku berkedut-kedut ketika orgasmeku akan tiba
dan crott! crott! crott! Kutumpahkan spermaku dilubang anusnya.
“Penismu yang pertama sayang, memasuki lubang anusku,” katanya sambil membalikkan tubuhnya dan tersenyum padaku.
“Kamu luar biasa Don, belum pernah kurasakan nikmatnya bersetubuh seperti ini,” imbuhnya.
“Tante mau khan, setiap malam kusetubuhi?” tanyaku.
“Siapa yang menolak diajak enak,” sahutnya seenaknya.
Sejak
saat itu, hampir setiap malam kusetubuhi Tante sari. Ibu tiri Mbak Irma
yang haus sex, yang hampir sepuluh tahun tidak dinikmatinya, sejak
kematian suaminya.
Tak terasa sudah lima hari aku berada di rumah
Mas Iwan. Selama lima hari pula aku menikmati tubuh Tante Sari,
mertuanya yang haus sex. Tante Sari yang sepuluh tahun menjanda,
betul-betul puas dan ketagihan bersetubuh denganku. Meski telah berusia
setengah baya, tapi nafsu birahinya masih meletup-letup, tak kalah
dengan gadis remaja.
Sore itu, sehabis mandi dan berpakaian, Mas
Iwan mengajakku jalan-jalan. Katanya mau ketemu seorang teman yang sudah
lama dirindukannya. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam,
sampailah kami di rumah teman Mas Iwan. Sebuah rumah yang berada
dikawasan yang cukup elite. Kedatangan kami disambut dua orang wanita
kakak beradik, Mbak Rina dan Mbak Vira. Keduanya sama-sama cantik dan
sexy. Mas Iwan memperkenalkanku pada kedua teman wanitanya.
“Mas Iwan, aku kangen banget,” katanya sambil memeluk Mas Iwan.
“Aku juga Rin,” sahut Mas Iwan.
Sambil
meminum kopi susu yang disuguhkan Mbak Rina, kami bercakap-cakap. Mbak
Rina duduk dipangkuan Mas Iwan. Dan Mas Iwan merangkulnya dengan mesra.
Mbak Rina tanpa malu-malu menceritakan, kalau Mas Iwan adalah pacar
pertamanya dan Mas Iwanlah yang membobol perawannya.
Mbak Vira
hanya tersenyum mendengar cerita kakaknya yang blak-blakan. Makin lama
kelakuan Mbak Rina makin mesra saja. Tanpa malu-malu, dia mengecup dan
melumat bibir Mas Iwan dan Mas Iwan menyambutnya dengan sangat bernafsu.
Aku jadi risih menyaksikan kelakuan mereka. Sekitar sepuluh menit
mereka bercumbu di depan kami.
“Kita lanjutin di kamar aja say,”
kata Mbak Rina pada Mas Iwan. Mas Iwan mengangguk tanda setuju, sambil
membopong tubuh Mbak Rina ke dalam kamar.
“Kalian jangan ngintip ya,” kata Mas Iwan pada kami sambil tersenyum.
Aku
dan Mbak Vira hanya bengong melihat kemesraan mereka. Tanpa
menghiraukan larangan Mas Iwan, Mbak Vira beranjak dari tempat duduknya
sambil meraih tanganku menuju kamar Mbak Rina. Kami kemudian berdiri di
depan pintu kamar Mbak Rina yang terbuka lebar. Dari situ aku dan Mbak
Vira melihat Mas Iwan merebahkan tubuh Mbak Rina diatas ranjang dan
mulai melepaskan gaun Mbak Rina. Aku terkesima melihat mulusnya dan
sexynya tubuh Mbak Rina, ketika seluruh pakaiannya dibuka Mas Iwan.
Nafsu
birahiku tak tertahankan lagi, penisku menegang dibalik celanaku. Tanpa
sadar kupeluk tubuh Mbak Vira yang berdiri di depanku. Mbak Vira diam
saja dan membiarkanku memeluknya. Malah tangan dibawa ke belakang dan
disusupkan ke balik celanaku. Mendapat perlakuan seperti itu, nafsuku
semakin memuncak dan penisku semakin menegang. Apalagi saat Mbak Vira
menggerak-gerakkan tangannya mengocok-ngocok batang penisku.
Sementara
di dalam kamar, Mas Iwan menarik tubuh Mbak Rina ketepi Ranjang. Kedua
paha Mbak Rina dibukanya lebar-lebar. Maka terpampanglah vagina Mbak
Rina yang indah, dihiasi bulu-bulu yang dicukur rapi. Mas Iwan kemudian
berjongkok dan mendekatkan mulutnya kebibir vagina Mbak Rina.
“Ohh…
Say… Yang… Nikk… Mat,” desah Mbak Rina tertahan, ketika Mas Iwan mulai
menjilati vaginanya. Lidah Mas Iwan menari-nari dan mencucuk-cucuk
vagina Mbak Rina. Pantat Mbak Rina terangkat-angkat menyambut jilatan
Mas Iwan. Kedua pahanya terangkat dan menjepit kepala Mas Iwan.
“Sudah…
Say… Aku… nggak tahan… Masukin punyamu say,” pinta Mbak Rina penuh
nafsu. Mas Iwan kemudian berdiri dan melepaskan semua pakaiannya.
Dengan
sedikit membungkukkan badannya, Mas Iwan memegang penisnya dan
mengarahkannya ke lubang vagina Mbak Rina yang telah basah dan merah
merekah. Slepp! Kepala penis Mas Iwan mulai memasuki vagina Mbak Rina.
“Aow…
terus… Say… terus… Genjot,” seru Mbak Rina, ketika Mas Iwan mulai
mendorong pantatnya naik turun. Penisnya keluar masuk dari vagina Mbak
Rina.
Melihat Mas Iwan dan Mbak Vira sedang bersetubuh di
depanku, membuat nafsu birahiku semakin tinggi. Kususupkan tanganku ke
balik celana dalamnya. Dapat kurasakan vaginanya yang telah basah,
pertanda Mbak Vira juga bangkit nafsu birahinya. Kucucuk-cucuk vaginanya
dengan jari-jariku. Dia mendesah penuh nafsu. Mbak Vira mengimbangi
dengan semakin cepat mengocok-ngocok penisku. Sekitar sepuluh menit Mbak
Vira mengocok penisku. Mbak Vira kemudian menyudahi kocokkannya dan
membalikkan badannya, menghadap ke arahku. Ditariknya celanaku hingga
terlepas.
Setelah celanaku terlepas, keluarlah penisku yang
tegang penuh dan mengacung-acung dengan bebasnya. Mbak Vira terpukau
melihat penisku yang besar dan panjang. Mbak Vira kemudian berjongkok
dikakiku, wajahnya berada pas di depan selangkanganku. Mbak Vira
mendekatkan mulutnya kebatang penisku. Mula-mula dia menjilati penisku
dari kepala hingga pangkalnya. Terus dia mulai mengulum dan menghisap
kepala penisku.
Kemudian sedikit demi sedikit batang penisku
dimasukkannya ke dalam mulutnya sampai kepala penisku menyodok ujung
mulutnya. Dan mulutnya penuh sesak oleh batang penisku. Dengan lihainya,
Mbak vira mulai memaju-mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar-masuk
dari dalam mulutnya. Mataku merem-melek merasakan nikmat dan badanku
serasa panas dingin merasakan kulumannya.
Mbak Vira sangat lihai
mengulum penisku. Kudorong maju pantatku dan kujambak rambutnya,
membenamkan kepalanya ke selangkanganku. Sekitar lima belas menit
berlalu Mbak Vira menyudahi kulumannya, dan melepaskan seluruh
pakaiannya. Kemudian dia berdiri menghadap ke dinding.
“Oohh… Akhh… Akuu… nggak tahann… Don,” serunya tertahan.
“Entot aku… Entott… Don,” imbuhnya.
Kutarik
sedikit tubuhnya dari belakang, hingga dia menungging. Kuraih batang
penisku dan kuarahkan pas ke lubang vaginanya. Dan aku mulai mendorong
maju pantatku, hingga kepala penisku masuk ke lubang vaginanya.
“Aow…
Pelan-pelan Don,” pekiknya, ketika seluruh batang penisku masuk ke
lubang vaginanya yang masih sempit. Pekikkan yang keluar dari mulutnya
membuatku semakin bernafsu dan pelan-pelan kumaju-mundurkan pantatku.
“Akhh… Enakk… Don… Enakk… Banget,” desahnya sambil menoleh ke belakang sambil tersenyum padaku.
“Akhh… Akuu… Ke… luarr, Rin,” teriakkan Mas Iwan dari dalam kamar
mengejutkanku, namun tak menghentikan sodokkanku pada Mbak Vira.
“Aku… jugaa… Sayang,” sahut Mbak Rina pada Mas Iwan.
Sedetik
kemudian Mas Iwan dan Mbak Rina mencapai orgasme bersamaan. Mas Iwan
menumpahkan spermanya di dalam vagina Mbak Rina. Kemudian Mas Iwan
merebahkan tubuhnya disamping tubuh Mbak Rina, dan tertidur pulas.
Sementara
itu, aku semakin cepat memaju-mundurkan pantatku, membuat Mbak Vira
berteriak-teriak saking nikmatnya. Kurasakan vaginanya berkedut-kedut
semakin lama semakin cepat dan menjepit penisku.
“Donn… Donii… Akuu… Mauu… Keluarr,” teriaknya panjang.
“Tahann… Mbak… Aku… Belum… Apa-apa,” sahutku.
“Akhh… Akuu… Tak… Tahan… Don… Akuu,” jawabnya terputus dan vaginanya semakin keras menjepit penisku.
Tak
lama kemudian Mbak Vira mencapai orgasme. Kurasakan ada cairan-cairan
yang merembes didinding vaginanya. Kucabut penisku dari lubang vaginanya
dan kusuruh dia berjongkok dihadapanku. Kujambak rambutnya dan
kubenamkan kepalanya keselangkangku. Mbak Vira mengerti maksudku. Dia
mulai menjilati dan menghisap-isap penisku lalu mengulumnya. Sambil
tangan kirinya mengusap-usap buah pelirku.
Sedetik kemudian Mbak
Rina datang membantu, dan langsung berjongkok dihadapanku. Lidahnya
dijulurkan untuk menjilati buah pelirku. Tangan kanannya mengocok-ngocok
pangkal penisku. Secara bergantian, kakak beradik, Mbak Rina dan Mbak
Vira, mengocok-ngocok, menjilati dan mengulum penisku. Penisku keluar
dari mulut Mbak Vira kemudiam masuk ke mulut Mbak Rina, kemudian keluar
dari mulut Mbak Rina lalu masuk kemulut Mbak Vira, begitulah seterusnya.
Hingga kurasakan penisku berkedut-kedut.
“Mbakk… Akuu… Mauu… Ke… Keluarr,” jeritku.
“Keluarin di mulutku Don,” sahut mereka hampir bersamaan.
Dan
crott! crott! crott! Spermaku muntah dimulut Mbak Vira yang sedang
kebagian mengulum. Mbak Vira menelan spermaku tanpa rasa jijik
sedikitpun. Kemudian Mbak Rina merebut penisku dari Mbak Vira dan
memasukkan ke mulutnya. Dan tak mau kalah dengan adiknya, sisa-sisa
spermaku dihisap dan dijilatinya sampai bersih.
“Kamu puas Don,” kata Mbak Vira.
“Puas sekali Mbak, Mbak berdua luar biasa,” sahutku.
“Kamu mau yang lebih seru nggak,”kata Mbak Rina.
“Mau, mau Mbak,”sahutku.
Mereka
kemudian mengajakku ke kamarnya, dimana Mas Iwan sedang tertidur pulas
sehabis bersetubuh dengan Mbak Rina. Mbak Rina menyuruhku tidur
terlentang diranjang. Mbak Rina kemudian menarik kakiku, hingga pantatku
berada ditepi ranjang dan kakiku menjuntai kelantai. Lalu Mbak Rina
berjongkok dilantai dengan wajah berada pas di depan selangkanganku.
Mbak Rina mulai mengusap-usap dan mengocok-ngocok batang penisku yang
masih layu, sehabis orgasme. Kurasakan sedikit ngilu tetapi kutahan.
Mbak
Rina menyudahi usapan dan kocokannya. Dan mulai menjilati dan
menghisap-isap penisku dimulai dari kepala hingga pangkal penisku
dijilatinya. Lidahnya berputar-putar dan menari-nari diatas batang
penisku. Puas menjilati penisku, Mbak Rina kemudian memasukkan penisku
ke mulutnya. Hampir seluruh batang penisku masuk kemulutnya. Dan
kurasakan sedikit demi sedikit penisku mulai menegang didalam mulutnya,
hingga mulutnya penuh sesak oleh batang penisku yang sudah tegang penuh.
Mbak Rina sangat pintar membangkitkan birahiku. Mulutnya maju mundur
mengulum penisku. Pipinya sampai kempot, saking semangatnya mengulum
penisku.
Melihat kakaknya yang sedang menjilati dan mengulum
batang penisku, Mbak Vira nafsunya bangkit lagi. Dia meraba-raba dan
memasukkan jari-jari tangan kirinya ke dalam vaginanya sendiri,
sedangkan tangan kanannya meremas-remas buah dadanya hingga mengeras dan
padat. Diiringi desahan-desahan penuh birahi.
Puas bermain-main
dengan vagina dan buah dadanya sendiri, Mbak Vira kemudian naik ke atas
tubuhku. Dan mengangkangi wajahku. Lubang vaginanya berada pas diatas
wajahku. Dia menurunkan pantatnya, hingga bibir vaginanya menyentuh
mulutku. Kujulurkan lidahku untuk menjilati vaginanya yang telah basah.
Kucucuk-cucuk dan kusedot-sedot klitorisnya, dia mengerang-erang
merasakan nikmat. Mbak Vira menarik rambutku, membenamkan wajahku
diselangkangannya. Kepalaku dijepit dengan kedua paha mulusnya.
Kini
kami bertiga, aku dan kakak beradik sedang berlomba mencari kepuasan.
Mbak Vira sedang kujilati vaginanya, sedangkan pada bagian bawah tubuhku
Mbak Rina dengan asiknya mengulum batang penisku. Beberapa waktu
berlalu Mbak Rina melepaskan kulumannya, dan berjongkok diatas
selangkanganku. Dengan tangannya, diraihnya batang penisku dan
diarahkannya ke lubang vaginanya. Bless! Dengan sekali dorongan
pantatnya, masuklah seluruh batang penisku ke dalam vaginanya yang basah
tapi hangat.
Lalu Mbak Rina menaik turunkan pantatnya, sambil
mengeluarkan desahan-desahan nikmat dari mulutnya. Sesekali pantatnya
diputar-putar hingga penisku serasa dipelintir. Saat menikmati goyangan
Mbak Rina, aku terus menjilati vagina Mbak vira sambil memasukkan
jari-jariku ke lubang anusnya. Sedang asiknya aku menjilati vagina Mbak
Vira, kurasakan vaginanya berkedut-kedut.
Beberapa detik kemudian
ada cairan yang keluar dari dalam vaginanya. Mbak Vira mencapai
orgasme. Pahanya makin keras menjepit kepalaku. Tanpa rasa jijik kusedot
dan kutelan cairan vaginanya.
Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, Vagina Mbak Rina juga berkedut-kedut, otot-otot vaginanya menegang.
“Ohh… Don… Aku… Keluar,” teriak Mbak Rina.
Air
maninya mengaliri deras dan membasahi batang penisku. Kemudian dia
terkulai lemas sampingku. Membuat penisku yang masih tegang terlepas dan
mengacung-acung. Mbak vira yang kondisi sudah pulih sehabis orgasme,
kemudian berjongkok diatas selangkanganku, menggantikan kakaknya.
diraihnya penisku dan diarahkannya ke lubang anusnya. Mbak Vira
menurunkan pantatnya sedikit demi sedikit hingga seluruh batang penisku
masuk ke lubang anusnya. Kurasakan penisku seperti dijepit dan
dipijit-pijit oleh sempitnya lubang snusnya.
“Oohh… Mbak… Nikk…
Matt… Enakk,”teriakku, ketika Mbak Vira mulai menaik turunkan pantatnya,
membuat penisku keluar masuk dari lubang anusnya. Sesekali dia
menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan, membuatku merasakan
nikmat yang luar biasa. Sekitar tiga puluh menit Mbak Vira menggenjot
tubuhku.
“Mbakk… Akuu… Ke… Keluarr,” jeritku.
Kurasakan
penisku berkedut-kedut dan crott! crott! crott! kutumpahkan seluruh
spermaku di dalam lubang anusnya. Mbak Vira kemudian merebahkan tubuhnya
diatas tubuhku.
Sambil menindihku dia tersenyum puas. Malam itu,
aku dan Mas Iwan menginap disana. Dan berpesta sampai pagi, sampai kami
sama-sama puas dan kelelahan.
Panasnya sinar matahari yang
menerobos jendela kamarku, membangunkanku dari tidurku yang lelap.
Setelah hampir semalam penuh aku merasakan nikmatnya bersetubuh dengan
Mbak Rina dan Mbak Vera. Dan aku baru pulang dari rumahnya kerumah Mas
iwan jam 05.00 dinihari.
Dengan sedikit bermalas-malasan, aku
pergi ke kamar mandi membersihkan badan. Selesai mandi badan rasanya
segar sekali. Siang itu kurasakan lain dari biasanya, rumah Mas Iwan
tampak sepi sekali. Oh ya, aku baru ingat kalau hari ini, Mas Iwan
mengantar Tante Sari kondangan ke kampung sebelah. Jadi yang ada di
rumah hanya Mbak Erna dan Aku.
Dengan hanya mengenakan handuk
yang kulilitkan dipinggangku, aku pergi ke dapur. Membuat secangkir
kopi. Sampai didapur kudapati Mbak Erna sedang mencuci piring.
“Pagi Mbak,” sapaku.
Mbak Erna tak menjawab sapaanku. Mukanya cemberut. Aku heran, tumben Mbak Erna begitu, biasanya dia sangat ramah padaku.
“Ada apa sih Mbak, kok cemberut begitu,” tanyaku lagi.
“Mbak marah sama aku? atau Mbak nggak senang ya, aku disini,” imbuhku.
Mbak erna masih diam saja, membuatku tak enak hati dan bertanya-tanya dalam hati.
“Ok, Mbak. Kalau Mbak nggak senang, aku pulang aja deh,”
“Jangan-jangan pulang Don, aku nggak marah sama kamu,” sahutnya sambil menarik tanganku.
“Habis Mbak marah sama siapa? Boleh tahu kan Mbak ?” tanyaku lagi.
“Ok, Mbak akan kasih tahu, tapi jangan bilang sama siapa-siapa ya!,” jawabnya.
“Aku janji Mbak,” kataku meyakinkannya.
“Don, aku lagi kesal sama Mas Iwan,” kata Mbak sari.
“Kesal kenapa Mbak,” selaku.
“Belakangan ini, Mas Iwan dingin sekali padaku Don,” katanya sambil merebahkan kepalanya didadaku.
“Setiap aku pingin begituan, dia selalu menolak,” imbuhnya sambil tersipu malu.
“Mungkin Mas Iwan lagi lelah Mbak,” hiburku sambil kuusap-usap rambutnya.
“Ah, masak setiap malam lelah,” sahutnya.
“Mungkin ada yang bisa aku bantu, untuk menghilangkan kekesalan Mbak,” pancingku.
Mbak
Erna tak menjawab pertanyaanku. Sebagai orang yang cukup berpengalaman
soal sex, aku tahu Mbak Erna sangat kesepian dan menginginkan hubungan
sexsual. Maka dengan memberanikan diri, kukecup lembut keningnya. Dan
kurasakan remasan halus tangannya yang masih memegang tanganku.
Merasa mendapat respon positif, kugerakkan bibirku menciumi kedua pipinya dan berhenti dibelahan bibir mungilnya.
Mbak
Ernapun membalas kecupanku pada bibirnya dengan kuluman yang hangat,
penuh gairah. kukeluarkan lidahku, mencari lidahnya. Kuhisap-hisap dan
kusedot-sedot. Kulepaskan tanganku dari genggamannya dan kugerakkan
menggerayangi tubuh Mbak Erna. Dan perlahan-lahan kususupkan tangan
kananku kebalik gaun tidurnya. Dan kurasakan halusnya punggung Mbak
Erna. Sementara tangan kiriku meremas-remas pantatnya yang padat. Mbak
Erna melepaskan seluruh pakaiannya. Agar aku lebih leluasa menggerayangi
tubuhnya.
Setelah semua terlepas maka terpampanglah pemandangan
yang luar biasa. Dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang montok,
perutnya yang ramping dan vaginanya yang dicukur bersih. Membuat nafsu
birahiku semakin menjadi-jadi dan kurasakan penisku menegang. Akupun
melepaskan kulumanku pada bibirnya dan dengan sedikit membungkukkan
badanku. Aku mulai menjilati buah dadanya yang mulai mengeras, secara
bergantian.
Puas menjilati buah dadanya, jilatanku kupindahkan ke
perutnya. Dan kurasakan halusnya kulit perut Mbak Erna. Mbak Erna tak
mau ketinggalan, ditariknya handuk yang melilit dipinggangku. Dengan
sekali sentakan saja, handukku terlepas.
“Aow, besar sekali don
penismu,” decaknya kagum, sambil memandangi penisku yang telah menegang
dan mengacung-ngacung setelah handukku terlepas. Mbak Erna menggerakkan
tangannya, meraih batang penisku. Diusap-usapnya dengan lembut kemudian
dikocok-kocoknya, membuat batang penisku semakin mengeras.
Tak
terasa sudah dua puluh menit berlalu, Kusudahi jilatanku pada perutnya.
Kuangkat tubuhnya dan kududukkan diatas meja dapur. Kedua pahanya kubuka
lebar-lebar. Dan terpampanglah di depanku bukit kecil yang dicukur
bersih. Bibir vagina yang memerah dengan sebuah daging kecil yang
tersembul diatasnya. Kubungkukkan tubuhku dan kudekatkan wajahku ke
selangkangannya. Dan aku mulai menjilati pahanya yang putih mulus,
dihiasi bulu-bulu halus. Sambil tanganku meraba-raba vaginanya.
Beberapa
menit berlalu, kupindahkan jilatanku dari pahanya ke vaginanya.
Mula-mula kujilati bibir vaginanya, terus kebagian dalam vaginanya.
Lidahku menari-nari didalam lubang vaginanya yang basah.
“Ohh…
terus… Don… terus… Nik… Matt,” serunya tertahan. Membuatku semakin
bersemangat menjilati lubang vaginanya. Kusedot-sedot klitorisnya.
Pantat Mbak Erna terangkat-angkat menerima jilatanku. Ditariknya
kepalaku, dibenamkannya pada selangkangannya.
“Ohh… Don… Aku… Tak… Tahan… Masukin Don… Masukin penismu,” pintanya menghiba.
Kuturuti
kemauannya. Aku kemudian berdiri. Kuangkat kedua kakinya tinggi-tinggi,
hingga ujung jari kakinya berada diatas bahuku. Kudekatkan penisku
keselangkangannya. Mbak Erna meraih penisku dan menuntunnya ke lubang
vaginanya. Kudorong maju pantatku hingga kepala penisku masuk ke lubang
vaginanya.
Aku diam sejenak mengatur posisi supaya lebih nyaman,
lalu kudorong pantatku lebih keras, membuat seluruh batang penisku masuk
ke lubang vaginanya. Kurasakan penisku dijepit dan dipijit-pijit lubang
vaginanya yang sempit. Vaginanya penuh sesak karena besarnya batang
penisku.
“Aow… Pelan-pelan… Don… penismu gede sekali,” pekiknya,
ketika aku mulai memaju mundurkan pantatku, membuat penisku keluar masuk
dari lubang vaginanya.
Tak terasa sudah tiga puluh menit aku
memaju mundurkan pantatku. Dan kurasakan vagina Mbak Erna
berkedut-kedut. Dan otot-otot vaginanya menegang.
“Ohh… Don… Aku…
Keluarr… Sayang,” teriaknya lantang. Sedetik kemudian kurasakan cairan
hangat keluar dari vaginanya. Dan Mbak Erna mencapai orgasmenya. Mbak
Erna tahu kalau aku belum mencapai puncak kenikmatan. Dia turun dari
atas meja dapur. Kemudian berjongkok dihadapanku. Diraihnya penisku dan
dikocok-kocok dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya
meremas-remas buah pelirku.
“Akhh… Mbak… Enak… Nikk… Mat… terus,”
seruku, ketika Mbak Erna mulai menjilati batang penisku. Dari kepala
hingga pangkal penisku dijilatinya. Mataku merem melek merasakan
nikmatnya jilatan Mbak Erna. Aku semakin merasa nikmat ketika Mbak Erna
memasukkan penisku ke mulutnya yang mungil. Dan mulai mengulum batang
penisku. Mbak Erna memaju mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar
masuk dari mulutnya. Sementara tangannya mengocok-ngocok pangkal
penisku.
“Oohh… Mbak… Akuu… Tak… Tahan,” teriakku.
Dan kurasakan penisku berkedut-kedut semakin lama semakin cepat. Kujambak rambutnya dan kubenamkan kepalanya diselangkanganku.
“Mbak…
Akuu… Ke… Luarr,” teriakku lagi lebih keras. Mbak Erna semakin cepat
memaju mundurkan mulutnya. Dan crott! crott! crott! penisku memuntahkan
sperma yang sangat banyak di mulutnya. Mbak Ernapun menelannya tanpa
ragu-ragu. Dan tanpa rasa jijik sedikitpun dia menjilati sisa-sisa
spermaku sampai bersih.
“Terimakasih Don, kamu telah memberiku kepuasan,” pujinya sambil tersenyum.
“Sama-sama Mbak, aku juga sangat puas,” sahutku.
“Mbak masih mau lagi kan,” tanyaku.
“Mau dong, tapi kita mandi dulu yuk,” ajaknya.
Kemudian
kami meraih pakaian masing-masing untuk selanjutnya bersama-sama pergi
ke kamar mandi membersihkan badan. Sehabis mandi, masih sama-sama
telanjang, kubopong tubuhnya menuju taman disamping rumah. Aku ingin
melaksanakan impianku selama ini, yaitu bersetubuh ditempat terbuka.
“Don… Jangan disini sayang, nanti dilihat orang,” protesnya.
“Kan nggak ada siapa-siapa di rumah Mbak,” sahutku.
Mbak
Ernapun tidak protes lagi, mendengar jawabanku. Sambil berdiri kupeluk
erat tubuhnya. Kulumat bibirnya. Mbak Erna membalas lumatan bibirku
dengan pagutan-pagutan hangat. Cukup lama kami bercumbu, kemudian aku
duduk dikursi taman. Dan kusuruh Mbak Erna berjongkok dihadapanku. Mbak
Erna tahu maksudku. Diraihnya batang penisku yang masih layu.
Dielus-elusnya lembut kemudian dikocok-kocok dengan tangannya.
Setelah
penisku mengeras Mbak Erna menyudahi kocokkannya, dia mendekatkan
wajahnya ke selangkanganku. Lidahnya dijulurkan dan mulai menjilati
kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala penisku, kemudian turun
kepangkalnya.
“Oohh… terus… Mbak… Nikmat banget,” desahku.
“Isepp… Mbak… Isep,” pintaku. Mbak Erna menuruti kemauanku.
Dimasukkannya
penisku kemulutnya. Hampir sepertiga batang penisku masuk ke mulutnya.
Sambil tersenyum padaku, dia mulai memaju mundurkan mulutnya, membuat
penisku maju keluar masuk dimulutnya.
“Mbak… Aku… Tak… Tahan,”
seruku. Mbak Erna kemudian naik ke pangkuanku. Vaginanya pas berada
diatas selangkanganku. Diraihnya penisku dan dibimbingnya ke lubang
vaginanya. Mbak Erna mulai menurunkan pantatnya, sedikit demi sedikit
batang penisku masuk ke lubang vaginanya semakin lama semakin dalam.
Hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang vaginanya. Sesaat kemudian
Mbak Erna mulai menaik turunkan pantatnya. Sesekali digoyang-goyangkan
pantatnya kekiri-kekanan. Aku tak mau kalah, kusodok-sodokkan pantatku
ke atas seirama dengan goyangan pantatnya.
“Ohh… Don… Aku… Mauu…
Ke… luarr,” teriaknya setelah hampir tiga puluh menit menggoyang
tubuhku. Dan kurasakan otot-otot vaginanya menegang. Tangannya
mencengkeram dadaku dengan keras. Sesaat kemudian kurasakan cairan
hangat merembes dilubang vaginanya.
“Aku tak ingin mengecewakanmu
Don,” katanya sambil tersenyum. Dia menarik penisku keluar dari lubang
vaginanya, kemudian memasukkannya ke lubang anusnya. Mbak Erna rupanya
tahu kesenanganku. Meski agak susah, akhirnya bisa juga seluruh batang
penisku masuk ke lubang anusnya. Perlahan tapi pasti Mbak Erna mulai
menaik turunkan pantatnya. Membuatku merasakan nikmat yang tiada
taranya.
Cukup lama Mbak Erna menggoyang-goyangkan pantatnya,
kemudian kami berganti posisi. Kusuruh dia menungging, membelakangiku
dengan tangan bertumpu pada kursi taman. Kugenggam penisku dan kuarahkan
tepat ke lubang anusnya. Kudorong sedikit demi sedikit, sampai
seluruhnya amblas tertelan lubang anusnya. Lalu kudorong pantatku maju
mundur. Kurasakan nikmatnya lubang anus Mbak Erna. Sambil kucucuk-cucuk
lubang vaginanya dengan jari-jariku. Membuat nafsu birahi Mbak Erna
bangkit lagi. Mbak Erna mengimbangi gerakkanku dengan mendorong-dorong
pantatnya seirama gerakkan pantatku.
Aku semakin mempercepat
gerakkan pantatku, ketika kurasakan akan mencapai orgasme. Demikian juga
jari-jariku semakin cepat mencucuk vaginanya.
“Mbak… Mbak… Akuu… Mau… Keluar,” seruku.
“Akuu… Juga… Don,” sahutnya.
Dan
dalam waktu yang hampir bersamaan, kami mencapai orgasme. Kutarik
penisku dari lubang anusnya, dan kutumpahkan spermaku dipunggungnya.
Mbak Erna kemudian membalikkan badannya dan berdiri, sambil memintaku
duduk kursi taman. Didekatkannya selangkangannya kewajahku. Ditariknya
rambutku dan dibenamkannya kepalaku keselangkangannya. Dan akupun mulai
menjilati vaginanya sambil duduk. Kuhisap dan kusedot-sedot cairan
hangat yang keluar dari lubang vaginanya. Mbak Erna sangat puas dengan
perlakuanku.
Hari itu kami melakukan persetubuhan sampai puas,
dengan berbagai macam gaya. Sungguh luar biasa Mbak Erna, meskipun
tinggal dikampung. Tapi dalam soal bersetubuh dia tak kalah dengan orang
kota. Memang sungguh nikmat istri Mas Iwan. Vagina dan lubang anusnya
sama nikmatnya. Membuatku ketagihan menyetubuhinya.
Tak terasa
sudah satu bulan aku berlibur dikampung Mas Iwan. Malam-malam yang
kulewati bersama Mbak Erna dan Tante Sari membuat waktu satu bulan
terasa cepat sekali. Sudah saatnya aku kembali kekotaku, karena tiga
hari lagi aku harus ke sekolah.
Saat berangkat dari kampung Mas
Iwan, aku tidak sendirian. Ada Vivi, anak kandung Tante Sari menemaniku.
Gadis cantik berkulit putih dan bertubuh langsing ini, baru tamat SMP
dan akan melanjutkan SMU di kota. Tante sari meminta tolong padaku agar
mengantarkan Vivi, mencari rumah kost di dekat sekolah.
Dengan
menempuh dua jam perjalanan, sampailah kami di kota. Dan setelah
berpuar-putar cukup lama, akhirnya kudapatkan rumah kost untuk Vivi.
Pemilik rumah adalah seorang janda cantik berusia sekitar 32 tahun,
namanya Yeni. Setelah memberikan kunci kamar pada Vivi, Tante Yeni
meninggalkan kami berdua.
Sehabis membantu Vivi mengangkat
barang-barangnya ke dalam kamar, aku merasa haus. Kusuruh Vivi ke warung
untuk membeli minuman. Sambil duduk menunggu kedatangan Vivi,
iseng-iseng kunyalakan VCD. Ngawur aja kusetel salah satu film. Aku
terkejut, ternyata isinya film porno.
Adegan-adegan difilm itu,
membangkitkan nafsu birahiku. Kurasakan batang penisku mengeras dan
berdiri tegak di balik celanaku. Kuturunkan celanaku, dan kukeluarkan
batang penisku. Kuelus-elus dan kukocok-kocok batang penisku. Saking
asiknya aku mengocok-ngocok batang penisku, sampai kedatangan Vivi tak
kurasakan.
“Mas, Doni lagi ngapain,” suara Vivi mengejutkanku.
“Akh, nggak ngapa-ngapain,” sahutku.
“Itu apa?” tanyanya lagi sambil memandangi celanaku.
Astaga!
Aku lupa menaikkan celanaku. Sehingga Vivi dengan jelas melihat penisku
yang sedang berdiri tegak. Merasa sudah kepalang basah, kulanjutkan
saja mengocok penisku.
“Kamu bisa membantuku Vi?,” tanyaku.
“Bantu apa Mas?,” katanya balik bertanya.
“Kocokkin penisku Vi,” pintaku.
Vivi
menganggukkan kepalanya tanda setuju. Kutarik tangannya dan kuletakkan
diatas penisku. Vivi yang juga sudah terangsang akibat ikut nonton film
porno, menggenggam batang penisku. Dengan lembut dia mengelus-elus dari
kepala sampai kepangkal penisku. Aku merasa seperti melayang.
Aku
melepaskan seluruh pakaianku sambil memeluk tubuh Vivi yang sedang
mengocok penisku. Kutarik kaosnya dan kususupkan tanganku kebalik BHnya.
Kuraba-raba buah dadanya. Perlahan-lahan buah dadanya mengeras. Cukup
lama aku meraba-raba buah dadanya, kemudian kutarik Bhnya hingga
terlepas. Setelah terlepas, terlihatlah buah dadanya yang padat dan
mengeras. Aku melanjutkan lagi meremas-remas buah dadanya. Vivi
mendesah-desah merasakan nikmat, tangannya semakin cepat mengocok
penisku.
Sekitar lima belas menit berlalu kami berganti posisi.
Sambil menarik rok mininya, kodorong tubuhnya hingga terlentang
diranjang. Hanya celana dalamnya saja yang melekat menutupi
selangkangannya. Kutindih tubuhnya dari atas lalu kukecup bibirnya,
kujulurkan lidahku mengisi rongga mulutnya yang terbuka. Vivi
menyambutnya dengan hisapan yang tak kalah hebatnya.
Setelah
cukup lama berpagutan, kuputar tubuhku. Membentuk posisi 69.
Selangkanganku berada diatas wajahnya, sedangkan selangkangannya berada
dibawah wajahku. Kujulurkan lidahku menjilati bagian bawah perutnya,
sambil tanganku melepas celana dalam Vivi. Vivi mengangkat pantatnya
memudahkan aku melepaskan celana dalamnya dan meleparkannya ke lantai
kamar. Lidahku bergerak turun menyapu bibir vaginanya yang ditumbuhi
bulu-bulu tipis.
“Ohh… Mas don… Enakk,” desahnya ketika aku mulai
menjilati vaginanya yang basah, membuatku semakin bersemangat menjilati
vaginanya. Kucucuk-cucuk dan kusedot-sedot klitorisnya yang sebesar
biji kacang.
Saat aku menjilati lubang vaginanya, Vivi juga
sedang asyik menjilati penisku. Sambil tangan kirinya mengocok-ngocok
pangkal penisku sedangkan tangan kanannya mengelus-elus buah pelirku
dengan lembut. Sesaat kemudian Vivi memasukkan penisku ke mulutnya.
Hampir seluruh batang penisku masuk ke mulutnya. Kudorong pantatku ke
atas dan ke bawah, sehingga penisku keluar masuk dimulutnya.
Tak
terasa sudah dua puluh menit berlalu. Aku bangkit dan berdiri dilantai
kamar. Kutarik tubuhnya, hingga pantatnya berada ditepi ranjang. Kedua
pahanya kubuka lebar-lebar. Kuarahkan penisku tepat ke lubang vaginanya.
“Ja… Jangan… Mas, aku masih perawan,” katanya.
Aku
tak memperdulikan kata-katanya. Kudorong maju pantatku hingga kepala
penisku menyeruak masuk. Vivi berteriak lebih keras ketika aku mendorong
lebih keras dan penisku menembus selaput daranya. Akupun lebih
bersemangat mendorong pantatku dan amblaslah seluruh batang penisku ke
lubang vaginanya yang sangat sempit. Penisku serasa dijepit sempitnya
lubang vaginanya. Beberapa detik kubiarkan penisku di dalam vaginanya.
Kupandangi
wajahnya yang meringis menahan sakit. Dengan perlahan-lahan kuangkat
pantatku lalu kuturunkan lagi. Membuat penisku keluar masuk dilubang
vaginanya. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Beginikah rasanya
menyetubuhi seorang perawan.
“Ohh… Mas… Enakk,” desahnya yang mulai merasakan
Nikmatnya
disetubuhi. Pantatnya digerakkan naik turun seirama gerakkan pantatku.
Rasa sakitnya telah hilang berganti dengan rasa nikmat. Sekitar tiga
puluh menit berlalu, kurasakan vaginanya berkedut-kedut dan otot-otot
vaginanya menegang. Tangannya mencengkeram seprei dengan keras.
“Ohh… Mas… Akuu… Mauu,” desahnya terputus.
“Mau keluar sayang,” sahutku.
Vivi mengangguk sambil tersenyum.
“Aku juga Vi,” imbuhku. Semakin cepat kudorong-dorong pantatku.
“A… Akuu… Ke… Luarr,” teriaknya lantang.
Kurasakan
cairan hangat merembes didinding vaginanya. Sedetik kemudian kurasakan
penisku berkedut-kedut. Dan Crott! crott! crott! Kutumpahkan sperma yang
sangat banyak dilubang vaginanya. Dan tubuhku ambruk menindih tubuhnya.
“Kamu menyesal Vi,” tanyaku sambil tersenyum puas, karena baru kali ini aku menyetubhi seorang perawan.
“Nggak Mas, semua sudah terjadi,” sahutnya.
“Kamu mau lagi khan,” godaku. Vivi tersenyum padaku, senyum penuh arti.
Kira-kira
satu jam kami tertidur. Akupun terbangun dan bergegas ke kamar mandi
membersihkan badan. Mengingat kejadian tadi, bersetubuh dengan Vivi,
membuat nafsu birahiku bangkit lagi. penisku yang tadi telah layu, kini
tegang dan mengeras. Setelah mengelap tubuhku dengan handuk akupun
bergegas ke kamar, dimana Vivi sedang tertidur pulas. Dan ia terbangun
ketika aku lagi asyik menjilati lubang vaginanya.
“Oh… Mas… Apa yang kamu lakukan,” tanyanya.
“Aku pingin setubuhi kamu lagi sayang,” sahutku sambil tersenyum.
Vivi
membuka kedua pahanya lebar-lebar, sehingga aku lebih leluasa menjilati
vaginanya. Beberapa menit berlalu kusuruh dia menungging. Aku mengambil
posisi dibelakangnya. Dari belakang, aku menjilati lubang anusnya,
sambil tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya.
Setelah kurasa
cukup, kuarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dan aku mulai mendorong
maju pantatku. Sedikit demi sedikit penisku masuk ke lubang vaginanya.
Semakin lama semakin dalam penisku memasukinya, sampai seluruhnya
amblas, tertelan lubang vaginanya. Akupun mendorong pantatku maju
mundur, membuat penisku keluar masuk dari lubang vaginanya.
“Ohh…
Nikk… Matt… Mas… Enakk,” jeritnya tertahan. Sekitar tiga puluh menit
berlalu, kutarik penisku dari lubang vaginanya hingga terlepas. Kemudian
kugenggam penisku dan kuarahkan ke lubang anusnya.
“Jangan, Mass
sakitt, ja… “jeritnya sambil meringis. Belum habis dia bicara, kudorong
pantatku dengan keras. Dan Bless! Seluruh batang penisku masuk ke
lubang anusnya. Kukocok lubang anusnya dengan irama pelan semakin lama
semakin cepat, sambil tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya. Dan
Vivipun merasakan sensasi yang luar biasa dikedua lubangnya.
Jeritan-jeritannya berganti dengan desahan-desahan nikmat penuh nafsu.
Aku
semakin bersemangat mendorong-dorong pantatku, ketika kurasakan akan
mencapai orgasme. Sepuluh menit kemudian penisku menyemburkan sperma
didalam anusnya. Dan tak lama berselang Vivi menyusul, tubuhnya
mengejang hebat. Kemudian Vivi terkulai lemas dan tertidur.
Aku
kemudian berdiri dan mengenakan celanaku. Saat aku akan mengambil handuk
ke dalam almari, tanpa sengaja aku menoleh keluar jendela. Samar-samar
aku melihat sesosok bayangan wanita yang sedang berdiri dibalik jendela
kamar. Rupanya orang itu sedang mengitip aku dan Vivi yang sedang
bersetubuh dari balik korden yang lupa aku tutup.
Saat aku keluar
mencarinya, wanita itu bergegas pergi. Aku membuntuti wanita itu.
Melihat potongan tubuhnya dari belakang aku yakin kalau wanita itu
adalah Tante Yeni, ibu kostnya Vivi. Dan aku keyakinanku semakin kuat,
saat wanita itu masuk kekamar tidur Tante Yeni dan langsung menutup
pintu. Aku berjalan mendekat dan berdiri di depan pintu kamarnya.
Aku
mengintip dari lubang kunci. Dan memang benar, wanita yang tadi
mengintipku adalah Tante Yeni. Sampai didalam kamar Tante Yeni
melepaskan seluruh pakaiannya. Aku terkesima melihat tubuh Tante Yeni
yang putih mulus dan sexy, meski sudah berumur sebaya ibuku. Membuat
jantungku berdetak kencang. Nafsu birahiku yang baru saja tersalurkan
bersama Vivi, perlahan-lahan bangkit lagi.
Pemandangan
selanjutnya lebih seru lagi. Tante Yeni merebahkan tubuhnya diatas
ranjang dengan kedua kaki terbuka lebar-lebar, memperlihatkan indahnya
bentuk vaginanya. Tante Yeni meremas-remas buah dadanya sendiri dengan
tangan kirinya. Perlahan buah dadanya mulai mengeras. Sedangkan tangan
kanannya meraba-raba selangkangannya. Desahan-desahan nikmat keluar dari
bibirnya, membuatku semakin tak tahan. Batang kemaluanku sudah berdiri
tegak.
Dengan sangat hati-hati, aku membuka pintu kamarnya. Dan
ternyata tidak terkunci. Sambil melepaskan celanaku, aku berjalan
mengendap-endap mendekatinya. Tante Yeni yang sedang asyik meraba-raba
tubuhnya sendiri, tidak tahu kalau aku masuk ke kamarnya.
Tanpa
pikir panjang lagi, aku segera menindihnya. Tante Yeni sangat terkejut
melihat kehadiranku. Aku segera menyumpal mulutnya yang sedang Terbuka
saat dia hendak berteriak dengan mulutku. Dan aku langsung melumatnya.
Tante Yeni yang sedang dirasuki nafsu birahi, membalas lumatanku dengan
pagutan-pagutan yang tak kalah hebatnya.
Cukup lama aku melumat
bibirnya, kemudian aku menjilati lehernya, terus turun ke buah dadanya
yang sudah mengeras. Kedua buah dadanya aku jilati secara bergantian,
membuat desahannya semakin keras. Aku menyudahi jilatanku pada kedua
buah dadanya, kemudia aku berlutut ditepi ranjang, diantara kedua
kakinya. Tanganku yang nakal mulai meraba-raba bibir vaginanya yang
dicukur bersih.
Tanpa berfikir lama, aku menjulurkan lidahku,
menjilati, menghisap dan sesekali kumasukkan lidahku ke lubang vagina
Tante Yeni dan lidahku menari-nari di dalam lubang vaginanya. Tante Yeni
mengangkat-angkat pantatnya, menyambut jilatanku. Rintihan-rintihan
kecil keluar dari mulutnya setiap kali lidahku menghujam lubang
vaginanya. Disaat dia sedang menikmati jilatanku, aku memasukkan
jari-jariku ke dalam lubang vaginanya. Sambil sesekali aku menjilati
lubang anusnya. Tante Yeni sangat menikmati perlakuanku, dia menekan
kepalaku dan membenamkannya diselangkangannya.
Sepuluh menit
berlalu, aku menyudahi jilatanku. Aku kemudian berdiri, sambil menarik
pinggulnya ketepi ranjang, kedua kakinya kubuka lebar-lebar. Tanpa
membuang waktu lagi, batang kemaluanku yang sudah tegang dari tadi
langsung kuhujamkan ke lubang vaginanya. Tante Yeni menjerit saat batang
kemaluanku yang besar dan panjang menerobos masuk ke lubang vaginanya.
Aku merasakan jepitan bibir vaginanya yang begitu seret. Aku mulai
menggerakkan pantatku maju mundur. Tante Yeni sangat menikmati setiap
gerakkan pantatku, dia menggeliat dan mendesah disetiap gerakan
kemaluanku keluar masuk dari lubang vaginanya.
Aku semakin mempercepat memaju mundurkan pantatku saat Tante Yeni memperlihatkan tanda-tanda orang yang mau orgasme.
“Ohh..,
Don.., akuu.., mau.., keluarr,” jeritnya cukup keras. Tante Yeni
menggelinjang hebat, kedua pahanya menjepit pinggangku. Rintihan panjang
keluar dari mulutnya saat klitorisnya memuntahkan cairan kenikmatan.
Aku merasakan cairan hangat yang meleleh disepanjang batang kemaluanku.
Aku membiarkan Tante Yeni beristirahat sambil menikmati orgasmenya.
Setelah Tante Yeni berhasil menguasai dirinya, tanpa membuang waktu lagi
aku membalikkan tubuhnya dalam posisi menungging.
Lalu aku
menciumi pantatnya. Tante Yeni mengeliat menahan geli saat lidahku
menelusuri vagina dan anusnya. Kemudian aku meludahi lubang anusnya
beberapa kali. Setelah kurasakan daerah itu benar-benar licin, aku
membimbing batang kemaluanku dengan tangan kiriku sementara tangan
kananku membuka lubang anusnya. Tante tak bereaksi apa-apa dan
membiarkan saja apa yang kulakukan. Perlahan kudorong pantatku. Tante
Yeni merintih sambil menggigit bibirnya menahan rasa perih akibat
tusukan kemaluanku pada lubang anusnya yang sempit. Setelah beberapa
kali mendorong dan menarik akhirnya seluruh batang kemaluanku masuk ke
lubang anusnya.
Sambil menikmati jepitan lubang anusnya, aku
mendiamkan sebentar batang kemaluanku disana untuk beradaptasi. Tante
Yeni menjerit saat aku mulai menghujamkan kemaluanku. Tubuhnya
terhentak-hentak ketika sodokkanku bertambah kencang dan kasar. Sambil
terus meningkatkan irama sodokkan, tanganku dengan kasar mencucuk-cucuk
lubang vaginanya. Akibat menahan sensasi nikmat ditengah-tengah rasa
ngilu dan perih pada kedua lubang bawah tubuhnya, Tante Yeni sampai
menangis. Setiap kali aku menyodokkan kemaluanku ke lubang anusnya, dia
mengaduh namun dia tak mau aku menyudahinya. Sampai akhirnya kurasakan
suatu perasaan yang sangat nikmat mengaliri sekujur tubuhku.
Aku
mengerang panjang, saat mengalami orgasme yang pertama. Tanganku
mencengkeram keras pantatnya. Aku menumpahkan seluruh spermaku didalam
lubang anusnya. Tubuhku menegang beberapa saat, kemudian terkulai lemas.
Tak lama kemudian Tante Yeni menyusul, dia mengeram sambil tangannya
mencengkeram bantal kuat-kuat. Cairan hangat dan kental meleleh dari
lubang vaginanya.
Dengan nafas yang masih memburu dan tubuh yang
masih lemas, Tante Yeni bangkit kemudian duduk ditepi ranjang. Dia
meraih batang kemaluanku lalu memasukkan ke mulutnya. Tante Yeni
menjilati sisa-sisa sperma yang masih blepotan dibatang kemaluanku
sampai bersih tanpa tersisa setetespun. Tante Yeni tersenyum puas
merasakan nikmat yang sudah cukup lama tidak dirasakannya, sejak dia
bercerai dengan suaminya.
Tanpa malu-malu dia meminta aku agar
menyutubuhinya lagi. Aku menuruti permintaannya, kami bersetubuh sampai
pagi. Sampai kami benar-benar kelelahan. Pagi-pagi sekali aku
meninggalkan Tante Yeni yang masih tidur tanpa busana dan masuk kekamar
Vivi. Dimana Vivi juga sedang tidur pulas. Aku mengenakan seluruh
pakaianku, kemudian pergi tanpa pamit. Meninggalkan kenangan-kenangan
nikmat untuk mereka berdua. Sekali waktu aku mengunjungi Tante Yeni dan
Vivi untuk menikmati lagi tubuh mereka.