Sebut
saja namanya Debbie umur 35 tahun dan Lucy 33 tahun. Seperti yang
sudah-sudah, aku mengenal sosok Debbie dari seringnya aku online sebagai
chatter.
Aku bisa menilai, Debbie adalah sosok yang hot dalam
bercinta. Dengan ciri-ciri 170/65, berdada sintal, berpinggul sexy dan
kelihatan sekali dia adalah seorang wanita yang suka sekali senam
sehingga badannya terasa padat berisi. Itu semua aku ketahui setelah dia
kirim aku foto dan aku tahu kalau dia penganut sex bebas juga dengan
para karyawan-karyawan yang ada di surabaya, itupun aku ketahui setelah
Debbie banyak cerita tentang kehiduapn sexnya.
Singkat cerita, kita
janjian untuk ketemuan, dengan catatan dia harus bawa teman karena
menurut dia, tidak pernah ada acara copy darat sendirian. Dan gilanya
lagi dia sudah booking hotel, saat acara ketemuan nanti. Itu karena
supaya dia tidak ketahuan suaminya, dia pilih Hotel. Karena menurut
Debbie, Hotel adalah tempat yang paling aman.
Sesuai dengan hari
yang sudah dibicarakan bersama, akhirnya aku bergegas meluncur menuju
hotel yang dia booking. Setelah di depan hotel, aku berusaha menelpon
dia untuk menanyakan di kamar nomor berapa.
“Hallo Dandy, kamu ada dimana” tanya Debbie.
“Aku sudah di depan lobby, Mbak Debbie di kamar no. Berapa?”aku berusaha mencari tahu.
“Naik aja lift ke lantai 3, terus cari nomor 326,” suara Debbie dengan jelas.
“Ok Mbak, aku segera naik,” jawabku.
“Ok aku tunggu,” suara Debbie dengan ceria.
Setelah aku tutup celluler ku, bergegas aku menuju kamar yang disebut oleh Debbie.
“Tok-tok-tok” aku mengetuk pintu yag betuliskan nomor 326.
Setelah pintu terbuka, aku sedikit terpana dengan tubuh Debbie yang tinggi semampai.
” Dandy ngapain bengong, masuk dong,” sambil menggapai lenganku.
Sesampai di dalam kamar, ternyata benar Debbie bersama dengan temannya, sesuai dengan janji dia.
“Dandy” aku ulurkan tanganku.
“Dandy, ini temenku Lucy” Debbie mengenalkan temannya dan sambari begitu, si Lucy bangkit dari duduknya langsung menyalami aku.
Keadaan berikutnya memang sedikit kaku karena aku juga kikuk, mengingat
dalam kamar itu ada kami bertiga. Seandainya cuman berdua dengan Debbie
aku lebih berani.
“Dandy, kamu nggak seperti di foto deh, sepertinya kamu lebih berisi” Debbie membuka omongannya.
“Jangan-jangan yang difoto bukan kamu” tuduh Debbie.
“Tidak kok Mbak, itu memang foto Dandy,” aku coba membela diri.
“Dy, kata Debbie kamu jago banget ya.. Ngesexnya?” tanya Lucy.
Pertanyaan itu bagaikan menghantam dadaku. Deg! jantungku terasa berhenti sekian detik.
“Mmm anu biasa kok Mbak,” jawabku gugup.
“Nggak apa-apa kok Dan, santai aja Lucy sama kok seperti Debbie” hibur Debby.
Pembicaraan semakin menjurus ke arah yang berbau sex, kedua wanita
sebaya ini aku tafsir merupakan wanita-wanita yang doyan banget ngesex.
Aku sempat memutar otak dengan keadaan ini dan bertanya dalam hati,
suami mereka itu gimana kok ‘menelantarkan’ istri-istri sexy begini.
Apalagi Lucy, sepertinya membiarkan mataku melihat bongkahan paha mulus
di balik rok mininya. Sesekali dia merubah posisi duduknya tanpa harus
riskan dengan aku yang duduk di depannya. Disaat aku melamun tentang
khayalan aku, tiba-tiba Debbie sudah berada di pangkuan aku, jantungku
berdetak semakin kencang.
“Dy, buktikan omongan kamu di chatting
selama ini,” pinta Debbie sambil menempelkan dadanya ke muka wajahku.
Aroma parfumnya yang begitu membangkitkan gairahku mengusik adik kecilku
yang menghentak-hentak dinding CD-ku.
“Mbak” belum sempat aku
selesaikan jawaban itu, bibir Debbie yang tipis segera melumat bibirku.
Aku sedikit gugup menerima serangang yang mendadak ini. Tetapi aku
berusaha mengontrol keadaan aku. Disaat bibir Debbie sedang asyik
menikmati bbibirku, tanganku yang nakal mulai mengelus punggung wanita
paruh baya tersebut.
Dengan kemahiran gigiku, aku melepas kancing
blus belahan rendah yang ada pada dada Debbie. Sampai akhirnya 4 kancing
atas blus Debbie terbuka, dan mulailah aku bisa mengusasi keadaan.
Dengan belaian yang halus dan penuh perasaan, jari-jemariku mulai
membuka pengait kancing BH Debbie.
Dengan sedikit sentuhan, ‘tess’
BH Debbie yang berwarna hitam terbuka. Dan muncullah 2 bukit yang masih
kencang didepan mukaku lengkap dengan sepasang puntingnya yang memerah.
Aku bisa membaca apa yang sedang terjadi pada diri Debbie, dengan
jilatan maut lidahku membuatnya merintih, “Ughh, geli sayang”
Jilatan lidahku yang mendarat di puting Debbie, membuat wanita itu
menggeliat tidak beraturan. Karena Debbie masih menggunakan baju kantor
(baca: rok mini). Tanganku semakin berani untuk mengelus pahanya yang
putih mulus.
Sesekali tubuhnya yang sintal bergoyang dipangkuan
aku dan sekitar 15 menit aku di posisi itu, semua inderaku bekerja
sesuai fungsi masing-masing.
Disaat aku sedang melakukan foreplay,
Lucy masih duduk di tempatnya semula. Akan tetapi sekarang kedua kakinya
yang jenjang dibuka lebar sedangkan tangannya meremas buah dadanya
sendiri
“Mm.. ” sesekali Lucy merintih, mendesah melihat adegan Debbie dengan aku.
Setelah 25 menit, aku mencoba menyandarkan tubuh Debbie ke dinding
kamar. Posisi ini sangat menguntungkan aku untuk mulai menikmati setiap
cm tubuh Debbie. Aku lumat bibir Debbie, kemudian turun ke lehernya dan
berlanjut ke buah dadanya yang sintal. Aku menjongkokkan tubuhku untuk
menjilati puser Debbie.
“Akhh.. Dy, beri aku janjimu sayang.. Ughh,”
lidahku mulai nakal menjelajahi perut Debbie. Sampai akhirnya aku
mencium aroma bunga di lubang surga Debbie. Tanpa melepas CD yang
dipakai, aku segera memainkan lidahku diatas kemaluannya. Dan bersamaan
dengan itu kepala Debbie menggeleng kekanan-kekiri, seperti iklan sampho
clear yang lagi berketombe di diskotik. Dengan sentuhan perlahan, aku
melepas Debbie, karena posisinya berdiri sangat mudah sekali melepas CD
warna putih berenda yang dikenakan.
Tanganku berusaha membuka kedua
kaki Debbie yang masih menggunakan sepatu hak tingginya. Sehingga
memudahkan lidahku untuk mengocok lubang kewanitaanya.
“Srupp.. Srupp, crek.. Crek” lidahku mulai menghujam vagina Debbie.
“Dy, kamu memang asyik.. Geli sekali.. Ooohh” Debbie merintih panjang
saat lidahku mulai, mengulum, menjilat dan menghisap clitorisnya yang
sudah mulai membesar dan berwarna merah. Aku mulai merasakan sesuatu
akan meletup dalam diri Debbie. Dengan segala pengetahuan aku dalam ilmu
bercinta, aku angkat satu kaki Debbie keatas pangkuan pundakku sehingga
lidahku bisa leluasa menikmati cairan yang mulai meleleh di lubang
surgawinya.
Dengan posisi berdiri kaki satu, aku semakin mempercepat
jilatan lidahku, sampai akhirnya Debbie tidak kuasa membendung
orgasmenya.
“Dy, aku keluar.. Aakkhh” bersamaan dengan itu pula cairan kental muncrat ke wajahku.
Dan diisaat aku masih bingung untuk membasuh wajahku tiba-tiba dari
belakang Lucy mengangkatku sambil berkata “Dy, sekarang giliranku”.
Rupanya Lucy dari awal sudah memainkan jarinya diatas clitorisnya sambil
menonton adegan antara aku dengan Debbie. Terbukti Lucy tidak lagi
menggunakan CD yang tadi dikenakannya. Lucy membungkukkan badannya ke
bibir meja, sehingga belahan merah pada selangkangannya terlihat jelas
dari belakang. Bagaikan segerombolan tawon yang melihat madu, lidahkan
langsung menari-nari di lubang kemaluan Lucy.
“Dy, enak.. Sekali sayang.. Akhh” Lucy merintih.
Dengan posisi aku duduk di lantai menghadap selangkangan Lucy, yang
membuka lebar pahanya. Memudahkan aku beroperasi secara maksimal untuk
menekan lidahku lebih dalam, sedangkan tanganku meremas pantat Lucy yang
sexy.
Disaat aku sedang asyik menikmati lubang vagina Lucy,
tiba-tiba Debbie sudah memereteli celanaku. Sehingga adikku yang
berukuran 16 cm kurang dikit dan mempunyai bentuk yang sedikit bengkok
ke kiri, menyembul keluar setelah sekian menit dipenjara oleh CD ketatku
merk crocodille.
“Waow Dandy, gila banget besar sekali sayang..
Mmm” selanjutnya tidak ada suara lagi karena penisku sudah dilahap oleh
mulut Debbie yang rakus. Aku merasakan betapa pandainya lidah Debbie
menari di batang kemaluanku. Sesekali aku melepas kulumanku di vagina
Lucy, karena merasakan kenikmatan permainan oral dari mulut Debbie.
Lucy sudah mulai bocor pertahanannya dan berkata sambil mendesah,
“Dandy.. Aku.. Aku.. Mau.. Kelu.. Arr.. Aahh,” tangan Lucy yang tadinya
beroperasi dibuah dadanya sekarang menekan kepalaku dalam-dalam pada
selangkangannya, seolah memohon jangan dilepas isapan fantastis itu.
Untuk yang kedua kalinya wajahku belepotan oleh cairan wanita sebaya
yang keluar dari lubang surgawi mereka. Disaat aku sedang membasuh
wajahku yang penuh cairan, tiba-tiba Debbie menarik lenganku, hingga
badanku berdiri.
“Dy, aku ingin style berdiri,” ajak Debbie sambil menarik tanganku untuk mengikuti dia berdiri.
Sambil bersandar di dinding, aku langsung mengarahkan adik kecilku dari
bawah. Sehingga posisi berdiri tersebut sempurna sekali, dan itupun
ditambah posisi Debbie yang masih belum melepas sepatu hak tingginya.
Karena dengan demikian posisi Debbie lebih tinggi dari posisi aku
berdiri.
“Bless” suara adik kecilku menembus belahan kecil diselangkangan Debbie
“Dy, enakk bangett.. Punyamu ” erangan Debbie.
Gerakan maju mundurku semakin mentok di pangkal vagina Debbie, hal itu disebabkan karena pantat Debbie ditahan oleh dinding.
“Crekk.. Crekk.. Sslleepp” suara penisku menghujam keluar masuk dalam
lubang vagina Debbie. Buatku, Debbie termasuk orang yang bisa megimbangi
permainan sex. Buktinya dengan posisi sulit seperti itu, dia juga
sedikit mendoyongkan tubuhnya ke dinding sehingga batang penisku
benar-benar masuk semua.
Keadaan ini berlangsung sampai akhirnya di menit ke 45, Debbie berteriak
“Dyy.. Ampun.. Aku.. Mau.. Kelu.. Ar lagi.. Gila” rintih Debbie.
Tubuh Debbie mendekapku erat-erat seolah tidak mau lepas dari batang
penisku yang masih menancap lubang surgawinya. Dan sedetik kemudian
tubuh Debbie merosot ke bawah dengan lunglai.
Aku berjalan
menghampiri Lucy yang sedang menyandarkan tangannya untuk melihat keluar
jendela. Kesempatan itu tidak aku sia-siakan, sambil memeluk dia dari
belakang, penisku yang masih kencang menerobos liang vagina Lucy
sehingga membuat dia terpekik.
“Aaowww.. Dy kamu nakal deh, aku masih capek.. Uuughh” aku tidak mempedulikan erangannya.
Seraya
meremas buah dadanya yang kencang dari belakang, pinggulku mulai
bergerak maju mundur. Posisi seperti ini benar-benar membuat aku
melayang, lubang Lucy yang sedikit sempit dan seret dibanding punya
Debbie. Dan hal itu
membuat aku lebih bernafsu untuk menyetubuhinya. Itu wajar karena Lucy belum punya anak walaupun sudah menikah beberapa tahun.
Selang beberapa menit, “Dyy.. Aku nggak tahann.. Gila banget punya kamu
terasa masuk sampai ulu hatiku.. Aaugghh,” rintih Lucy panjang, sambil
tetap menggoyang pinggulnya. Dengan posisi setengah nungging dengan
berdiri, memudahkan aku untuk memasukan penisku secara maksimal.
“Ughh.. Mbak.. Asyik banget punya Mbak” desah kenikmatanku untuk memuji kedua wanita itu sering keluar dalam mulutku.
“Dy.. Ampunn.. Aku.. Akkhh” Lucy merintih panjang.
Lucy merapatkan pahanya sehingga penisku terasa tersedot ke dalam
semua. Gila, terasa copot penisku dibuatnya. Karena hebatnya permainan
itu hingga tak terasa dinginnya AC yang ada dalam kamar itu. Aku coba
mengambil segelas air es di kulkas, Debbie yang tadi terkulai menarik
tanganku.