Kulit
Ratna putih, halus dan lembut: layaknya gadis keturunan pada umumnya.
Wajahnya tidak seberapa cantik: polos dan berkacamata. Seorang
mahasiswi yang cerdas dan rajin
— typical seorang gadis nerd.
Tidak ada yang istimewa dari Ratna — tubuhnya kurus, dada dan
pantat yang relatif kecil, selain itu — orangnya juga alim dan
sopan.
Ratna yang saat ini sedang menempuh kuliah di salah satu
universitas swasta di kota S tinggal bersama ci Donna yang
menyewakan salah satu dari 2 kamarnya yang kosong kepada Ratna.
Penampilan ci Donna berbeda sekali dengan Ratna: di usianya yang
hampir 30, ci Donna boleh dibilang sangat pandai merawat tubuhnya
— kulit putih halus dengan ukuran toket sedang: 34. Parasnya
cantik, rambut panjang bergelombang.
Rupanya, ci Donna yang sudah
lama tidak merasakan belaian pria — menyimpan; lebih tepatnya
menimbun libido yang secara perlahan-lahan telah menggerogoti
moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal sehatnya). Selama
ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia sering merasa
kesepian — tak jarang ia berusaha memuaskan dirinya sendiri
dengan berbagai peralatan dan VCD yang disewanya / dibeli melalui
pembantunya, karena ia sendiri sebenarnya malu kalau harus
terang-terangan membeli atau menyewa benda-benda seperti itu.
Demikian
pula untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal, ci Donna
menganggap mereka tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan badan
dengan mereka. Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci
Donna dalam membayangkan bentuk seks yang diinginkannya. Bahkan
sejak 2 tahun yang lalu, ia juga mulai tertarik untuk melakukan
hubungan seks dengan sesamanya. Ini dapat dilihat dari reaksinya
terhadap Ratna sehari-hari, tak jarang ia menelan air ludah dan
menjilati kedua bibirnya apabila melihat Ratna mengenakan kaos
ketat apabila ia ke kampus. Padahal, bentuk tubuh Ratna begitu
biasa — apalagi apabila dibandingkan dengan dirinya sendiri yg
jauh lebih seksi.
Apa yang dilihat pada diri Ratna adalah dirinya
sendiri 10 tahun silam; ketika ia masih berada di awal-awal usia
20 tahun: alim dan rajin — namun begitu naif. Ci Donna sendiri
bertekad untuk memberinya ‘pelajaran’ suatu saat. Namun — sesudah
agak lama tinggal bersama Ratna, barulah Ci Donna mengetahui
bahwa ia sudah tidak perawan lagi: ketika ia masih SMP dulu —
pacarnya sendiri memperkosanya dan sejak saat itu, Ratna begitu
minder dan seringkali menhindar dari pergaulan sekitarnya, hingga
saat ia kuliah. Ci Donna mengetahui hal ini dari Ratna sendiri
yang memandang Ci Donna sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan
dewasa.
Pucuk dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu — adik ci
Donna yang laki-laki tiba dan hendak menginap untuk satu bulan
karena suatu urusan. ‘Sekali tepuk 2 lalat’ — inilah yang ada
dalam pikiran ci Donna melihat adiknya sendiri dan Ratna.
Suatu
sore sejak 3 hari kedatangan adiknya — Ci Donna sudah
mempersiapkan rencana yang baik: pertama adiknya, kemudian Ratna.
Biasanya, Ratna tiba di kos pukul 19:00 dan ia hendak memulai
rencananya itu pukul 18:30 dengan melakukan ‘pemanasan’ terhadap
adiknya. Pukul 18:30, Donna memanggil adiknya untuk masuk ke
kamarnya. Tanpa berprasangka apa-apa, adiknya masuk ke kamarnya.
Dilihatnya Ci Donna yang mengenakan celana pendek jins ketat dan
kaos tanpa lengan yang ketat pula — ia sedang menghadap ke cermin
dan mengikat rambutnya yang bergelombang halus itu.
Melihat
bayangan adiknya di cermin, Ci Donna tersenyum dan berkata:
“Masuk saja, cici cuman sebentar koq.” Diam-2, adiknya memperhatikan
cicinya dan berpikir: “Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga.
Badannya juga begitu padat dan seksi..” Ci Donna yang mengerti
bahwa dirinya sedang diperhatikan adiknya sendiri hanya tersenyum
simpul — tiba2 ia berdiri, mendekati adiknya dan menggandeng
tangannya. Adiknya kaget sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci
Donna membimbing adiknya menuju sebuah pintu sambil sesekali
melirik ke belakang dan tersenyum simpul ke arah adiknya.
Ci
Donna membuka pintu kamar tersebut dan menyalakan lampunya. Ternyata,
apa yang dilihat adiknya adalah sesuatu yang menakjubkan namun
juga membuatnya sedikit shock: sebuah kamar yang cukup luas —
dengan seluruh dinding ditutupi bahan kedap suara berwarna pink.
Ranjang yang terletak di tengah ruangan, sebuah TV lengkap dengan
stereo-setnya yang mewah: juga 3 teve hitam-putih kecil yang
menampakkan situasi di ruang tamu, kamar Ratna dan kamarnya
sendiri.
Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit takut
adalah koleksi VCD, video dan DVD porno yang berserakan di
lantai. Berbagai alat bantu seksual, dan sebuah manekin lengkap
dengan penis palsunya segala. Tahulah ia apa yang diinginkan dari
cicinya — tanpa disadarinya, Ci Donna sudah mengunci pintu kamar
dan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Namun ia berhenti
sampai pakaian dalam saja. Jadilah Ci Donna hanya mengenakan bra
dan celana-dalam warna hitam, ia berdiri begitu seksi dan
menggoda dengan rambutnya terikat (untuk memudahkannya saat
permainan nanti, begitulah yang ada di pikiran Ci Donna). “Sudahlah,
kamu menurut saja — toh kamu disini hanya sebulan. Masa kamu tidak
kasihan sama cici yg sudah lama tidak merasakan hangatnya tubuh
pria ?”
Adiknya masih ragu. Ci Donna tahu ini — dan tanpa membuang
banyak waktu, ia segera maju ke depan membuka celana pendek
adiknya dengan mudah (entah bagaimana, adiknya tidak mampu
melawan cicinya sendiri). Mulailah ia mengoral batang kemaluan
adiknya itu. Ci Donna mempercepat gerakan mengocoknya dengan
tangan kanan, dia menengadah dan menatap wajah adiknya dengan
tatapan tajam penuh birahi — ia mendesis sambil berkata: “Sss….
awas kalau kamu berani keluar sebelum aku. Lebih baik kamu cari
kos lain saja, meskipun kamu adikku !”
Sesudah berkata demikian,
ci Donna memasukkan seluruh batang kemaluan adiknya ke dalam
mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur — membuat batang
kemaluan adiknya keluar-masuk dengan sangat cepat. Adik ci Donna
hanya dapat mengerang nikmat mendapat perlakuan seperti itu dari
cicinya yang ternyata sangat berpengalaman dalam hal memuaskan
pasangan mainnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan
cicinya. Di tengah-tengah permainan, Ci Donna melepaskan branya
dengan tangan kirinya yang masih bebas. Diliriknya teve hitam
putih yg secara rahasia memonitor kamar Ratna. Ternyata ia baru
saja datang, dan waktu menunjukan pukul 18:55. Tepatlah
perhitungannya: adiknya yang nafsunya sedang menanjak pasti akan
mau diajaknya berkompromi.
Ci Donna menghentikan oralnya, dan
tahulah ia bahwa adiknya agak kecewa. “Tunggu sebentar — aku ada
tugas buat kamu: bawalah Ratna ke kamar ini.” Adiknya mengerti
apa yang diinginkan ci Donna. Sementara adiknya pergi memanggil
Ratna — ia segera mematikan monitor2-nya, melepas celana dalamnya
yang sedikit basah dan bersembunyi di sebelah pintu. Begitu
adiknya masuk bersama Ratna — ia segera mengunci kamarnya lagi
dan mendorong Ratna hingga jatuh ke ranjang. Ratna yang bertubuh kurus
dan lelah sehabis kuliah tidak dapat memberikan perlawanan yang
berarti terhadap perlakuan Ci Donna yang begitu tiba2 tersebut.
Ci Donna melucuti kaos ketat yang dikenakan Ratna dengan buas.
“Kyaaaaa…..!!!”
Ratna menjerit, namun percuma karena ruangan tersebut kedap
suara. Adik Ci Donna hanya diam saja karena shock melihat
keganasan cicinya — apalagi dengan sesama jenis ! Ci Donna telah sampai
pada branya. Dengan kasar, ia merenggut bra Ratna dan
melemparkannya ke lantai. Ci Donna melihat sepasang toket Ratna
yang kecil. “Seharusnya kamu tidak usah pakai bra sama sekali.
Toh tidak memberi perbedaan yang berarti…” Ci Donna melanjutkan
dengan melepas kancing celana jins Ratna dan membuka
ritsluitngnya dan melepaskannya.
“Pahamu putih dan mulus juga
yah…” Terakhir, Ci Donna menurunkan celana dalam Ratna. Ratna tak
dapat berbuat apa-apa terhadap Ci Donna yang terus menggerayangi
tubuhnya dan sesekali menciuminya. Tiba-tiba Ci Donna berdiri
dan berjalan menuju lemari. Diambilnya sebuah penis palsu (dildo)
dan semacam lotion. Ia mengolesi dildonya dengan lotion tersebut
dan memberikannya kepada adiknya, “Kamu pakai juga. Aku tidak mau dia
berteriak-teriak kesakitan.” Adik Ci Donna menurut — ia melepas
seluruh pakaiannya dan mulai mengolesi batang kemaluannya dengan
lotion yang diberikan cicinya.
“Jangan ci… saya takut.”
Ratna yang sudah lemas berkata dengan penuh kekuatiran, melihat
ci Donna mengenakan penis palsu (dildo) bergerigi dengan ukuran
yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam. Ci Donna
dengan cepat bergerak ke arah Ratna. “Diam. Mana lotionnya.”
Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding vagina Ratna
sambil berkata: “Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah
itu, ia membalikkan tubuh Ratna dan melumasi lubang pantatnya
pula.
“Ayo — kamu lubang yang satunya !!” ci Donna memerintahkan
adiknya untuk mengentot Ratna yang malang di lubang anusnya.
Adiknya menurut, ia berpindah — duduk di atas ranjang. Ci Donna
memapah tubuh Ratna dengan lembut dan menempatkannya di atas
adiknya. Ratna yang tidak berdaya hanya dapat memandang sorot
mata penuh nafsu ci Donna yang sedari tadi sibuk mengatur posisi
dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya ke dalam
lubang anus Ratna. Bles ! Batang kemaluan adik ci Donna akhirnya
berhasil masuk ke dalam anus Ratna yang sudah tidak keruan
bentuknya karena sedari tadi diobok-obok oleh ci Donna.
Rasa sakit
bercampur nikmat membuat Ratna membelalakkan matanya, ia membuka
mulutnya dan merintih “Aaa…” Ci Donna membaringkan Ratna dari
posisi terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan
batang kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang anus Ratna).
“Ratna, aku yakin kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan
sesudah ini.” Ci Donna memasukkan dildo-nya ke dalam lubang
kemaluan Ratna.
Ratna yang berada di tengah dengan keadaan tak
berdaya, berusaha menahan nikmat bercampur nyeri di lubang
kemaluan yang sudah dihujami dildo dari ci Donna — serta batang
kemaluan adik ci Donna yang menancap di lubang anusnya. Mulailah
ranjang bergoyang… mulanya perlahan, namun semakin lama semakin
cepat… demikian pula dengan rintihan-rintihan Ratna… “Aaa… aaa…”
Ratna masih mengenakan kaca mata minusnya ketika permainan ini
dimulai.
Ci Donna tertawa melihat Ratna berusaha bertahan: “Jangan
ditahan dan jangan dilawan Ratna — nikmati saja, sayang !!”
Perlahan-lahan rintihan Ratna mulai berubah menjadi jeritan
nikmat penuh birahi… “Ah… ah.. yesss… mmmhh… MMMM… AAAHHH….”
Kenikmatan disetubuhi di kedua lubangnya secara bersamaan membuat
Ratna kehilangan kendali. Ratna yang sopan dan alim perlahan
larut… perlahan berubah menjadi Ratna yang liar, sifat liar yang
seakan ditularkan dari ci Donna — meracuni pikiran Ratna yang
semula begitu bersih dan polos. “Yah… teruskan !! LEBIH CEPAT
LAGI CI DONNA… !! AA… AAAAA…. MMMHHH… MMM…”
Ratna menggenggam
seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat meluncur deras dari
sekujur tubuhnya — membuat kulitnya tampak mengkilat di bawah
cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Donna semakin bernafsu
mempercepat gerakan pinggulnya. Ratna semakin menikmatinya — ia
memejamkan matanya sambil memegang rambut ci Donna. “AGH…. Enak
sekali… Ci… aa… aku.. belum pernah…. uuuh…. senikmat ini…” Adik
Ci Donna menganal lubang pantat Ratna sambil meremas-remas kedua
toket Ratna dari belakang, walaupun ukuran toket Ratna relatif kecil —
namun ini tidak mengurangi rangsangan demi rangsangan yg
diterimanya. “Auuh… ah..” mulut Ratna menganga dan mengeluarkan
teriakan-teriakan yg semakin tdk jelas. Tubuhnya pun mulai
menegang; tahulah Ci Donna bahwa “anak didiknya” saat ini hampir
mencapai puncak kenikmatan.
Ci Donna mengurangi kecepatan
bermainnya dan mengubah gerakan maju-mundurnya menjadi gerakan
mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya. Ratna secara alami
mengikuti gerakan Ci Donna dengan menyesuaikan gerakan
pinggulnya. Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Ratna. Sampai
akhirnya — tubuh Ratna benar-benar menegang dan Ratna melepaskan
teriakan yang cukup panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara
tersebut. Sesudah itu, teriakan berhenti dan seluruh ruangan
menjadi sepi. Ci Donna mencabut dildo dari lubang vagina Ratna,
ternyata dildo tersebut sudah ditutupi cairan kental dan bahkan
saat Ci Donna menariknya keluar — ada sebagian dari cairan
tersebut menetes dan adapula yang masih merekat antara dinding
vagina Ratna dengan dildo Ci Donna.
Adik Ci Donna juga
mencabut dildonya dari lubang anus Ratna dan merebahkan Ratna
yang sudah lemas di ranjang. Ratna masih memejamkan kedua matanya
— Ci Donna melepas kacamata Ratna yang masih dikenakannya dan
meletakkannya di meja yg terletak di tepi ranjang. “Lain kali, kalau
mau main — jangan lupa lepas dulu kacamatanya…” Ci Donna tersenyum
dan mencium Ratna, kemudian ia melepaskan dildonya dan
menggelatakannya begitu saja di lantai. Ia memandang adiknya dan
berkata: “Kamu jangan bengong saja, kamu masih punya tugas satu
lagi.” Sesudah berkata demikian, ia duduk di lantai — melebarkan
kedua pahanya: mengarahkan lubang vaginanya yang sudah basah ke
arah adiknya.
Kemudian ia menunjuk ke arah vaginanya: “Ayo:
gunakan lidahmu.” Adiknya mengerti apa yg harus dilakukan. Ia
menjilat-jilat lubang kemaluan ci Donna dengan hati-hati.
Keenakan,c ci Donna memejamkan matanya — nafasnya tak beraturan:
desahan- desahan nikmat meluncur keluar tak terkontrol dari
mulutnya. Ia menjambak rambut adiknya dan menekan-nekan wajah
adiknya itu ke lubang vaginanya: “Errghh…. aaaghh… niiikkkmmaaatt
sekkaallii… ssss….!!” Ci Donna benar-benar menikmati setiap
hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya ke liang
kewanitaannya, namun di tengah ambang sadar dan tidak — Donna ingat
bahwa ia tidak ingin mencapai orgasme dengan cara seperti ini. “Aah…
tunggu say — bee… berhentii duluu.. mmmh… sekarang giliran… cici
ngerjain punya kamuuu…”
Adik Ci Donna menurut dan berhenti.
Ci Donna bergerak kemudian berjongkok membelakangi adiknya,
sekarang ia dalam keadaan berjongkok menghadap pantat adiknya.
Adiknya agak kebingungan dengan tingkah laku cicinya. Namun Donna
cuek saja: tangan kirinya ia lewatkan di antara kaki adiknya,
dan dengan tangannya itu ia mencengkeram buah pelir adiknya
dengan halus dan mulai memijat- mijatnya. “Tenang saja, sayang –
kujamin kamu akan suka sekali…” Ci Donna tersenyum penuh nafsu, dan
dengan tangan kiri masih memegang buah pelir adiknya — ia mengangkat
telapak tangannya, menghadapkannya ke arah wajahnya — dan
meludahi tangannya sendiri kemudian mengerut-ngerutkan tangannya.
Kemudian
ia melingkarkan tangan kanannya dari pinggang sebelah kanan
adiknya — langsung menuju ke arah kontol adiknya. Dan mulailah ia
mengocok-ngocoknya batang kemaluan adiknya itu dengan tangan kanannya
yang sudah dilumasi air ludahnya sendiri. “Aaaghh… duh, enak
sekali ci…” Ci Donna meneruskan gerakan tangannya sampai ia
merasa batang kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah itu, ia
membalikan badannya dan mengambil posisi nungging di lantai.
Tahulah adik ci Donna apa yang diinginkan cicinya ini. Ia juga
mengatur posisi di belakang cicinya: “Awas ya — pokoknya aku
nggak mau anal. Maenin lubangku yang biasa aja.” Adiknya menurut,
dan permainan dimulai.
Adik ci Donna memulai gerakannya dengan
perlahan, “Mmm… masih kurang, lagi dong !” Gerakan dipercepat, Ci
Donna memejamkan matanya keenakan. Ia menambah kenikmatan dengan
menggesek-gesek klit-nya sendiri, dengan sebelumnya membasahi
jari-jarinya dengan cara mengulumnya sendiri. “Uuuaah…. enaaakk
sayaang… Mmmh…” Permainan ini berlangsung agak lama sampai ci
Donna minta ganti posisi lagi. Kali ini ia ingin disetubuhi
dengan posisi tubuh menyamping. Ci Donna menyampingkan tubuhnya
yang seksi dan sudah mandi keringat tadi ke arah kanan, sementara
adik Ci Donna mengangkat paha mulus cicinya sebelah kanan dan
menyandarkannya ke bahu sebelah kirinya.
Dengan demikian, ia
dengan leluasa dapat memasukkan batang kemaluannya ke lubang ci
Donna. Ia mulai bergerak maju mundur, “Aaahh… mmm….” Untuk
sekedar menambah kenikmatan, ia mengarahkan tangan kanannya ke
arah pantatnya sendiri dan menggerakan jari tengahnya keluar- masuk
lubang pantatnya. “Kyyaaaaaahh…. uuuuhhhh……” Tubuh ci Donna terus
bergoyang-goyang — toketnya pun bergerak naik turun tak beraturan
mengkuti irama tubuhnya. Adik ci Donna yg sedari tadi bergitu
terangsang dengan gerakan toket cicinya sendiri itu sudah tak
tahan lagi, ia memajukan tangan kanannya guna meremas toket kanan
cicinya itu. “Oh — susumu begitu empuk ci…” Ci Donna hanya
tersenyum, ia mencabut tangannya dari lubang pantatnya — dan ikut
meremas toketnya bersama-sama dengan tangan adiknya itu.
Permainan terus berlangsung, Ci Donna merasakan tubuhnya sendiri
mulai menegang — ia sendiri sudah tidak mampu berpikir jernih
lagi.
Hanya kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang.
“AAAAHHH….. AAAAKKUUUU…. MMMH…” Keluarlah Ci Donna, mencapai
orgasme yang diidam-idamkannya dalam posisi menyamping.
Tercapailah segala keinginannya selama ini.
Demikian pula
adik ci Donna, ia segera berdiri karena sudah tidak tahan lagi,
dan ci Donna mengetahui hal ini — karena ia sudah berhasil meraih
orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan seluruh
peju yang sangat ia inginkan itu. Ci Donna berjongkok, tersenyum
menggoda ke arah adiknya dan mulai mengocok batak kemaluan adiknya
“Nah, sekarang cici ingin merasakan nikmatnya cairan
kejantananmu. Ayo sayang… keluarkan — jangan ragu… ayo !” Ci
Donna memainkan batang kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan
memutar sambil sesekali menjilat pangkal kemaluan adiknya. “Aih…
masih belum keluar juga… sebentar..” Sambil mengocok batang
kemaluan adiknya dengan menggunakan tangan kanannya, ci Donna
memijat buah pelir adiknya. “Ah… ci.. aku mau keluar nih.. !!” Ci
Donna langsung mengarahkan ujung batang kemaluan adiknya ke arah
mulutnya, menyambut cairan peju yang segera muncrat masuk ke
dalam mulutnya.
Ratna yang sedari tadi tergeletak lemas berusaha
bangkit dan merangkak menuju ci Donna dan adiknya. “Ci Donna…
saya juga mau…”, kata Ratna sambil menunjuk ke arah mulutnya
sendiri. Tetes peju terakhir sudah habis meluncur turun ke dalam
mulut ci Donna yang seksi. Ci Donna menelan sedikit peju adiknya
dan menahan sisanya di dalam mulutnya. Ia tersenyum dengan mulut
belepotan peju adiknya, membelai Ratna, kemudian membaringkannya,
dan meletakkan kepala Ratna di pangkuannya. Ratna yang sudah
lemas hanya menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang
lembut, ci Donna menyentuh bibir Ratna dan menggerakannya ke bawah
dengan jari telunjuknya.
Ratna mengerti apa yang dimaksud ci
Donna, ia membuka mulutnya. Bibirnya bergetar. Ci Donna kembali
tersenyum — ia mengarahkan mulutnya tepat di atas bibir Ratna
yang sudah merekah, kemudian membuka dan memuntahkan peju lengket
yang sudah bercampur dengan air liur ci Donna, turun memasuki
mulut Ratna.
Peju dalam mulut ci Donna sudah habis dipindahkan ke
dalam mulut Ratna. Ci Donna tersenyum lebar dengan sedikit sisa
peju bercampur liur pekat yang menetes dari ujung bibirnya.
Kembali,
dengan gerakan lembut — ci Donna memberi isyarat kepada Ratna
untuk menutup mulutnya. Ratna menuruti dan tersenyum bersamaan dengan ci
Donna. “Nah, aku tidak pernah pelit kepada gadis manis seperti
kamu. Ambillah bagianmu dan nikmatilah.” Ratna menelan peju yang
sudah diberikan ci Donna kepadanya. “Terima kasih ci..” Kemudian
ia bangkit dan duduk — Ratna menyentuh wajah ci Donna dengan
lembut. Ratna kembali membuka mulutnya, bergerak maju ke arah
bibir ci Donna sambil menjulurkan lidahnya. Ci Donna yang
mengerti maksud Ratna segera menyambut ciuman Ratna dengan
menjulurkan lidahnya pula. Mereka berciuman sampai lama — dan
saling menjilati sisa-sisa peju hingga bersih.
Sejak saat
itu, kehidupan ci Donna dan Ratna selalui dipenuhi dengan
petualangan: hampir setiap bulan Ratna ‘menjebak’ teman kuliahnya —
entah itu pria atau wanita. Mungkin dalam kesempatan lain, Ratna
dapat membagi kisah petualangannya disini…