Waktu
sudah larut malam saat Wiwin dan Anisya pulang jalan-jalan dari sebuah
mall di kota Bandung, kota tempat mereka menuntut ilmu pada sebuah PTN
terkemuka. Saat itu kampus mereka sedang liburan semester yang lumayan
lama, sehingga banyak di antara teman-teman mereka yang memilih
pulang
kampung, namun bagi Wiwin dan Anisya lebih memilih untuk tetap tinggal
di kota Bandung karena tidak banyak yang dapat mereka kerjakan untuk
mengisi waktu liburan di Jakarta kota asal mereka.
Sampai di
tempat kost mereka kira-kira jam 10 malam. Saat itu daerah di sekitarnya
sudah sepi begitupula di dalam kost-kostan karena semua penghuninya
pulang ke kampung atau kota asal mereka masing-masing untuk memanfatkan
waktu liburan kuliah mereka, dan kini tinggallah mereka berdua saja yang
masih bertahan di dalam areal kost yang luas dan besar itu. Walau usia
mereka terpaut jauh, mereka berdua sangatlah akrab karena selain mereka
tinggal sekamar dan berasal dari Jakarta, di kampus mereka juga satu
fakultas.
Wiwin saat ini berusia 26
tahun, sementara Anisya baru berusia 18 tahun. Keduanya memiliki wajah
yang cantik, Wiwin dengan bentuk badan yang berukuran sedang nampak
anggun dengan penampilan kesehariannya, sedangkan Anisya memiliki tubuh
yang mungil dan wajah yang imut-imut. Banyak pria yang tertarik kepada
mereka berdua, karena bukan saja mereka cantik dan pintar, namun mereka
juga pandai dalam bergaul dan ringan tangan. Akan tetapi dengan halus
pula mereka menolak berbagai ajakan yang ingin menjadikan mereka sebagai
kekasih atau pacar dari para pria yang mendekati mereka.
Wiwin
saat ini lebih memilih berkonsentrasi untuk menghadapi sidang
skripsinya, sedang Anisya yang baru menamatkan tahun pertamanya di
kampus tersebut lebih memilih untuk aktif di organisasi kampus dari pada
pacaran atau berhura-hura.
Sesampainya di kost, Wiwin langsung
menuju ke kamar kost dan membuka pintu, sedangkan Anisya mampir dulu ke
kamar mandi yang terletak agak jauh dari kamar kost mereka. Setelah
membuka kamar, Wiwin begitu terkejut ketika dilihatnya kamar mereka
sudah berantakan seperti habis ada pencuri. Belum lagi sempat memeriksa
segalanya, tiba-tiba kepala Wiwin sudah dipukul dari belakang sampai
pingsan.
Wiwin tidak tahu apa-apa sampai tubuhnya
digoncang-goncang seseorang hingga tersadar dan menemukan dirinya sudah
dalam keadaan terikat di kursi tempat biasanya dia duduk untuk belajar
dan mulutnya disumpal kain, sehingga tidak dapat bersuara. Belum lagi
lama dia siuman, matanya terbelalak ketika melihat pemandangan di
sekitarnya, ia melihat dua pria di depannya. Yang menyuruhnya bangun,
orangnya berbadan tinggi besar dan kepalanya berambut gondrong dia hanya
mengenakan celana jeans kumal, badannya telanjang penuh dengan tatto.
Dan satu orang lagi juga berbadan agak gemuk, berambut acak-acakan juga
hanya mengenakan celana jeans.
Wajah mereka khas, usia mereka
sekitar 40 tahunan. Sementara kamar kost mereka dalam keadaan tertutup
rapat, jendela pun yang tadinya agak sedikit terbuka kini telah tertutup
rapat. Tidak beberapa lama kemudian mata Wiwin kembali terbelalak dan
ingin menjerit, karena kedua orang itu ternyata dikenalnya. Yang
membangunkan dia bernama Asan dan satu lagi bernama Thomas atau sering
dipangil Liem. Mereka berdua adalah teman dari Henry pemilik kost yang
sering nongkrong di tempat itu, pekerjaan mereka tidak jelas.
Memang
beberapa waktu yang lalu Wiwin dan Anisya dikenalkan oleh Henry kepada
Asan dan Liem. Karena dengan setengah memaksa Henry, Asan dan Liem ingin
dikenalkan dengan Wiwin dan Anisya yang waktu itu baru pulang dari
kampus. Rupanya mereka berdua tertarik dengan kecantikan Wiwin dan
Anisya. Akan tetapi rupanya cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Wiwin
dan Anisya lebih sering menghindar untuk bertemu dengan Asan dan Liem.
Dan yang membuat hati Wiwin menjerit dan panas adalah begitu sadar
sepenuhnya dan mengetahui Asan sedang duduk di pinggir ranjang mereka
sambil memangku Anisya yang saat itu sudah tinggal memakai BH dan celana
dalamnya saja yang berwarna putih.
Anisya sambil menangis
memohon-mohon minta dilepaskan, air matanya telah membasahi wajahnya
yang cantik itu. Tapi si Asan yang badannya jauh lebih besar itu tidak
menghiraukannya, dia mulai meremas-remas payudara Anisya yang baru
sekepalan tangan orang dewasa itu yang masih terbungkus BH itu, kemudian
menjilati leher Anisya. Pria itu lalu berkata, “Diam, jangan
macam-macam atau kupatahkan lehermu, nurut saja kalau mau selamat..!”
Setelah itu dilumatnya dengan rakus bibir indah Anisya dengan bibirnya,
“Hmp.., cup.., cup..,” begitulah bunyinya saat kedua bibir mereka
beradu.
Air liur pun sampai menetes-netes keluar, rupanya lidah Asan bermain di dalam rongga mulut Anisya.
Sementara
itu Liem yang berada di samping Wiwin berkata kepada Wiwin, “Hei, elo
sudah bangun ya, teman elo ini boleh juga, gue pake dia dulu ya, baru
setelah itu giliran elo, nah sekarang elo perhatikan gue baik-baik kalo
sampe elo nanti engga bisa muasin nafsu gue, mampus deh elo..!” sambil
mengelus-elus kepala Wiwin. Wiwin mau berontak tapi tidak dapat berbuat
apa-apa, Wiwin pun mulai pucat.
Lalu Asan yang masih memangku
Anisya menyudahi serbuan bibirnya dan berkata, “Ok Sayang, ini waktunya
pesta, ayo kita bersenang-senang!”
Dia menyuruh Anisya berlutut di
depannya dan menyuruhnya membukakan celana jeans kumalnya, lalu mengulum
batang kemaluannya. Sambil menangis Wiwin memohon belas kasih, “J..
ja.. angan… tolong jangan perkosa saya, ambil saja semua barang di
sini!”Belum selesai berkata, tiba-tiba, “Pllaakkk..!” si Asan menampar
pipinya dan menjambak rambutnya.
Dengan paksa Anisya dibuat
berlutut di depannya, “Masukkan ke dalam mulut elo, hisap atau gue bunuh
elo..!” Terpaksa dengan putus asa dan wajah yang pucat dan gemetar,
Anisya membuka celana Asan dan begitu dia menurunkan celana dalam Asan
tampaklah kemaluan Asan yang telah membesar dan menegang. Tanpa membuang
waktu Asan segera memasukkan kemaluannya itu ke mulut Anisya yang
mungil itu. Batang kemaluannya tidak dapat sepenuhnya masuk karena
terlalu besar, dengan kasar dia memaju-mundurkan kepala Anisya.
“Hhmppp.., emphh.. mpphh..!” begitulah suara Anisya saat mulutnya
dijejali dengan kemaluan Asan.
Liem juga tidak tinggal diam,
rupanya nafsu telah memenuhi otaknya, setelah dia melepas celana
jeansnya dia berdiri di samping Anisya, menyuruh Anisya mengocokkan
batang kemaluannya yang juga telah membesar dengan tangan. Batang
kemaluan Liem tidak sebesar temannya, tapi diameternya cukup lebar
sesuai dengan tubuhnya. Sekarang Anisya dalam posisi berlutut dengan
mulut dijejali kemaluan Asan dan tangan kanannya mengocok batang
kemaluan Liem.
“Emmhh.. benar-benar enak emutan gadis cantik ini,
lain dari yang lain..!” kata Asan. “Iya, kocokannya juga enak banget,
tangannya halus nih..!” timpal Liem.
Beberapa lama kemudian nampak
tubuh Asan menegang, seluruh badannya mengejang, dan, “A.. akh..!” Asan
akhirnya berejakulasi di mulut Anisya. Cairan putih kental memenuhi
mulut Anisya menetes di pinggir bibirnya seperti vampire baru menghisap
darah, dan Anisya terpaksa meminum semuanya karena takut ancaman mereka
dan juga kuatnya pegangan tangan Asan di kepalanya.
Setelah itu
mereka melepas BH dan CD Anisya, sehingga dia benar-benar telanjang
bulat sekarang, tampaklah payudara dan bulu-bulu kemaluannya yang masih
halus dan jarang. “Waw cantik sekali anjing ini.” ujar Liem sambil
memandangi tubuh bagian dada dan bawah Anisya yang sedang terisak-isak
ketakutan.
Kali ini Liem duduk di pinggir ranjang dan menyuruh
Anisya berjongkok di depannya sambil terus memijati dan mengocok batang
kemaluan dengan tangannya. Anisya terpaksa menuruti kemauan Liem itu
sambil sesekali dipaksa untuk menjilati ujung batang kemaluannya,
sehingga Liem mendengus keenakan. Sementara itu si Asan mengambil posisi
berbaring di bawah kemaluan Anisya dan menjilati liang vaginanya sambil
sesekali menusuk-nusukkan jarinya ke liang kemaluan itu.
Seketika
itu Anisya kaget dan, “Ehhgh.., iihh… iih.. eggmhh..!” Anisya pun
merintih-rintih jadinya, badannya menggeliat-geliat akibat tusukan
jari-jari serta jilatan lidah Asan di kemaluan Anisya. “Ayo anjing..,
kocok terus barang gue..!” bentak Liem sambil menampar kepala Anisya.
Kembali Anisya mengocok kemaluan Liem sambil badannya terus meliak-liuk
karena kemalunnya mendapat serangan dari tangan dan lidah Asan. Dari
bibirnya pun terus terdengar suaranya merintih-tintih.
Sekitar 10
menit dikocok, Liem memuncratkan maninya dan membasahi wajah serta
rongga mulut Anisya. Kali ini Anisya sudah tidak tahan dengan rasa
cairan itu, sehingga dia memuntahkannya. Melihat itu Liem jadi gusar,
dia lalu menjambak rambut Anisya dan menampar pipinya sampai dia jatuh
ke ranjang. “Pelacur anjing..! Kurang ajar, berani-beraninya membuang
air maniku. Kalo sekali lagi begitu, kurontokkan gigi elo, dengar
itu..!” bentaknya.
Asan pun terpaksa menyudahi aktifitasnya dan ikut-ikutan menampar Anisya.
“Goblok..! Gue lagi asyik nikmatin mem*k elo. Elo jangan macem-macem
ya..!” bentak Asan. Anisya hanya dapat menangis memegangi pipinya yang
merah akibat dua kali tamparan itu. Nampak kemarahan Wiwin bangkit
karena teman dekatnya diperlakukan begitu. Wiwin meronta-ronta di
kursinya, tapi ikatannya terlalu kencang sehingga hanya dapat membuat
kursi itu bergoyang-goyang. Melihat reaksi Wiwin si Asan berkata,
“Kenapa? Elo tidak terima ya pacar elo gue pinjam, tapi sayang sekarang
elo nggak bisa ngapa-ngapain, jadi jangan macem-macem ya, ha.. ha..
ha..! Abis ini giliran elo yang gue entot..! Hahaha..!”
Mereka
kembali menggerayangi tubuh Anisya, kali ini Asan merentangkan tubuh
Anisya di tempat tidur dan membuka lebar kedua pahanya, dan segera mulai
memasukkan batang kejantanannya ke liang kemaluan Anisya. “J.. jangan.
Aduh.., tto.. long.., Mbak Wiwin. Ampun Bang..!” pinta Anisya sambil
mencoba berontak tapi dengan sigapnya Liem membantu Asan dengan
memegangi kedua tangan Anisya. Batang kemaluan yang ukurannya besar itu
dimasukkannya dengan paksa ke liang kemaluan Anisya yang masih sempit,
sehingga dari wajah Anisya terlihat dia menahan sakit yang amat sangat,
tangisannya pun semakin keras.
Setelah hampir seluruh batang
kemaluannya terbenam di dalam liang kemaluan Anisya, Asan mulai
memaju-mundurkan pantatnya, mulai dengan irama pelan hingga dengan
cepat. Keringat pun dengan deras membasahi kedua tubuh itu. Beberapa
saat kemudian dari sela-sela kemaluan Anisya mengucur darah segar
bercampur dengan cairan bening hingga warnanya berubah menjadi merah
muda meleleh membasahi paha Anisya.”Aakkh.. aahh.. aaa. ouhh.. ss..
aakit. ooh. aampuun.. ohh..,” begitulah erangan dan teriakan Anisya
merasakan sakitnya.
Rupanya teriakan dan erangan Anisya menambah
nafsu dan semangat Asan untuk terus memompakan kemaluannya dengan keras
dan cepat hingga badan Anisya pun terbanting-banting dan
terguncang-guncang keras. Anisya hanya pasrah mengikuti irama Asan dan
kedua tangan Anisya pun kini sudah dilepas oleh Liem.
Selama
beberapa menit disetubuhi oleh Asan, tiba-tiba badan Anisya menegang
sampai secara refleks dia memeluk kepala Asan yang sedang asyik
menggenjotnya. Dia rupanya mengalami orgasme sampai akhirnya melemas
kembali. Asan pun menyudahi gerakan memompanya namun kemaluannya masih
tetap tertanam di dalam liang vagina Anisya. “He… he… he… Baru kali ini
kan loe ngerasain pria cokin, gimana rasanya enak engga, jawaabb..!”
bentak si Asan sambil menarik rambut Anisya.
Karena takut mereka
semakin gila, terpaksa dengan berlinang air mata Anisya menjawab, “E..
e.. enak, enak sekali..!” “Jawab lebih keras supaya teman loe dengar
pengakuan loe..!” kata Liem. “I.. iya, s.. saya suka sekali bercinta.”
jawabnya dengan suara terbata-bata. “Tuh, kamu dengar kan, apa kata
teman elo, dia suka dientot, ha.. ha.. ha..!” ejek mereka pada Wiwin
yang hanya dapat meronta-ronta sambil menangis di kursinya. Hatinya
benar-benar serasa mau meledak tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa.
Kemudian
si Asan mencabut kemaluannya dan membuat posisi badan Anisya gaya
posisi anjing, dia kemudian memasukkan kejantanannya yang berukuran 20
cm lebih itu ke pantatnya Anisya hingga terbenam seluruhnya. Karena rasa
perih dan sakit yang tidak terhingga, maka Anisya berteriak memilukan,
“Aaakkhh..!” Lalu dia menariknya lagi, dan dengan tiba-tiba sepenuh
tenaga dihujamkannya benda panjang itu di pantat Anisya hingga
membuatnya tersentak kaget dan kesakitan sampai matanya membelalak.
“Ooughh..!”
Anisya mendengus keras menahan rasa perih dari lubang duburnya, seluruh
badannya kembali mengeras lolongannya pun kembali terdengan memilukan,
“Aahh… ouh.. aah..! Aa.. mpun.., ssakit. Aakhh..!”
Kini Asan
meyodomi Anisya dengan irama yang keras dan cepat hingga Anisya
menggelepar-gelepar, dan badannya kini mulai melemah dan habis akibat
digenjot oleh Asan.
Tidak beberapa lama Asan akhirnya mencabut
kemaluannya dari lubang dubur Anisya dengan kasar. Kembali darah segar
mengucur deras dari liang dubur Anisya, sementara Anisya tertelungkup
jatuh ke kasur disertai rintihan panjang melemah, “Aahh..!” Namun Asan
belum juga puas, kemalunnya masih garang. Kini ditelentangkannya Anisya
dan kembali Asan meniduri Anisya dan memasukkan kembali batang
kemaluannya ke lubang vagina Anisya yang telah lemas itu, dan kembali
Asan menggenjot tubuh lunglai itu.
Tidak lama Asan pun
berejakulasi di rahim Anisya. Lolongan kepuasan keluar dari mulut Asan
disaat menyemprotkan spermanya yang jumlahnya banyak itu hingga meluber
keluar dari sela-sela kemaluan Anisya. Anisya pun merintih lirih, dan
akhirnya bersamaan dengan itu Anisya pun pingsan karena kehabisan tenaga
dan rasa sakit yang tidak terhingga.
Dengan perasaan puas Asan
pun merebahkan badannya di samping Anisya yang tergeletak tidak
bergerak. “Akhirnya gue perawanin juga elo. Dasar cewek sombong..!”
ujarnya sambil mengehela napas dan melirik Anisya.
Sesudah itu
kini Liem yang tadi menjadi penonton mulai mendekati Wiwin yang masih
terikat lemas di kursinya. “Hei, teman elo boleh juga tuh. Nah, sekarang
giliran elo yang servise gue. Asal elo tau gue itu naksir berat ama
elo, tapi elo menghindar melulu. Gue tau gue jelek dan gue beda ama yang
elo bayangkan jadi pacar elo. Buat gue itu engga soal, sekarang gue
cuma mau perkosa elo. Udah gitu elo bebas, tapi kalo elo berontak, Mati
elo..!”
“PLAAK..!” sebuah tamparan keras menghantam kepala Wiwin
hingga Wiwin yang masih diikat di kursi itu terjatuh bersama kursinya.
“Hmmph..!” dengan mulut tersumbat Wiwin berteriak.
Kemudian dia
menarik dan meletakkan tubuh Wiwin mengembalikan ke posisi semula.
Dengan pisau dapur milik kedua mahasiswi itu dia merobek-robek baju kaos
lengan panjang yang dikenakan oleh Wiwin. Nafas Wiwin tersentak ketika
dengan cepat Liem dengan pisaunya melucuti BH dan celana panjang bahan
yang dikenakannya. Sekarang Wiwin hanya memakai celana dalamnya yang
berwarna putih serta sepasang kaos kaki putih setinggi lutut yang selalu
dikenakannya. Payudaranya yang penuh bulat terbuka, tubuhnya putih
mulus masih dalam posisi terikat di tempat duduknya.
“Hmph..,
hmph..!” Wiwin meronta sambil memandang Liem dengan putus asa, matanya
memerah dan air matanya mengalir deras membasahi pipinya, wajahnya pucat
pasi. Karena dia menyadari yang akan terjadi pada dirinya, yaitu
sebagai pemuas nafsu bejat. “Diem brengsek..!” kata Liem, “PLAK..!”
sekali lagi tamparan kuat mendarat di pipi Wiwin, membuat kepala Wiwin
tersentak.
Kemudian ia membuka ikatan Wiwin dan membantingnya ke
tempat tidur dalam posisi telungkup, dan setelah itu dia merentangkan
kedua tangan Wiwin serta melebarkan kedua kaki Wiwin hingga posisi Wiwin
kini seperti orang merangkak. Wiwin hanya dapat pasrah mengikuti
kemauan Liem. Tepat di hadapannya terdapat kaca rias, setinggi tubuh
manusia. Kaca itu biasanya digunakan Wiwin dan Anisya untuk berdandan
sebelum pergi kuliah.
Leim lalu merobek celana dalam Wiwin dengan
kasar dan menjatuhkannya ke lantai. Sekarang Wiwin dapat melihat dirinya
melalui cermin di depannya telanjang bulat, dan di belakang dilihatnya
Liem sedang mengagumi dirinya.
“Gila bener! Gue suka pantat lo. Lo
bener-bener oke!”Liem menampar pantat sekal Wiwin yang sebelah kiri yang
membuat Wiwin menjerit kaget.
Lalu tanpa menunggu lagi, Liem yang
mulai dirasuki nafsu sex memperlihatkan penisnya yang sudah keras. Liem
hanya membiarkan topi yang masih tetap membungkus kepala Wiwin dan
sepasang kaos kaki putih yang masih dikenakan Wiwin, mungkin ini dapat
membuat nafsu Liem semakin menjadi. Karena memang dengan mengenakan
topi, wajah Wiwin jadi nampak cantik dan lucu seperti komentar
kebanyakan teman-temannya.
Kemudian Liem menyelipkan penisnya di
antara kedua kaki Wiwin lewat belakang. “Ooh.., ampun Pak Liem.
Ampunn.., jangann.. jangan! Ampun, jangan..!” Wiwin mulai menangis dan
rasa tegang menyeliputi hatinya.
Sambil menoleh ke belakang dan
memandang Liem, Wiwin mencoba untuk meminta belas kasihan. Terlihat air
mata meleleh dari matanya. Namun Liem terus mengancam dengan pisau dapur
yang masih digenggamnya.
Liem tidak perduli Wiwin memohon-mohon.
Kepala penisnya kemudian menyusuri belahan pantat Wiwin, terus menuju ke
bawah, kemudian maju mendekati bibir vaginanya. Setelah tangan si Liem
memegang pinggul Wiwin, dengan satu gerakan keras penisnya bergerak
maju. “Arrgghh.., ahh.., Ampun..!” Wiwin menjerit-jerit ketika penis
Liem mulai membuka bibir vaginanya dan mulai memasuki lubang
kemaluannya. Kaki Wiwin mengejang menahan sakit ketika penis Liem terus
menembus masuk tanpa ampun menusuk-nusuk selaput daranya.
Bibir
tebalnya menganga membentuk huruf O dan mengeluarkan rintihan-rintihan,
“Oohhh.., oouugghh.., aa.. ampuun Bangg..! Aakkhh..!”
Badannya pun
tersodok-sodok. Liem terus bergerak memompa maju mundur memperkosa
Wiwin. Ketika kepala Wiwin terjatuh lunglai kesakitan, dia menarik
kepala Wiwin sehingga kepalanya kembali terangkat dan Wiwin kembali
dapat melihat dirinya disetubuhi oleh Liem melalui cermin di depannya.
Kadang-kadang
Liem menampar pantat Wiwin berulang kali, juga dilihatnya payudara
Wiwin yang tersentak-sentak setiap kali Liem menyodok penisnya ke dalam
vagina Wiwin dan dia hanya dapat pasrah mengerang-ngerang dan merintih.
Tiba-tiba Liem mengeluarkan penisnya dari vaginanya. Wiwin langsung
meronta dan berlari menuju pintu, berharap seseorang akan melihatnya
minta tolong, biarpun dirinya telanjang bulat.
Tapi tiba-tiba Asan
yang ternyata sudah pulih terlebih dahulu menyambar pinggangnya sebelum
Wiwin sampai ke pintu depan. “Ahh, tolong! Tolompphh..,” teriakan Wiwin
dibungkam oleh tangan Asan, sementara itu Liem mendekat dan memukul
Wiwin dengan keras. Wiwin pun jatuh terjelembab ke lantai.
“Dasar Bandel ya..!” ujar Liem.
Kemudian
Liem mengikat tangan Wiwin menjadi satu ke depan. Setelah itu, Wiwin
didorong hingga terjatuh di atas lutut dan sikunya. Sekarang Liem
memasukkan penisnya ke mulut Wiwin. “Mmpphh..!” Wiwin mencoba berteriak
dengan penis yang sudah masuk di dalam mulutnya. Sementara itu Liem
dengan tenang terus menggerakkan penisnya di mulut Wiwin. Kedua tangan
Liem memegang kepala Wiwin dengan kencangnya menggerak-gerakkan maju dan
mundur. Mata Wiwin tertutup dan wajahnya memerah, air matanya masih
meleleh turun di pipinya, baru pertama kali dalam seumur hidupnya dia
diperlakukan seperti ini.
Setelah beberapa lama mengocok
kemaluannya di rongga mulut Wiwin, terlihat tanda-tanda Liem akan
mencapai klimaksnya, gerakan memaju-mundurkan kepala Wiwin semakin
cepat. Dan, “Akkh… Croot.., croot..!” Liem berejakulasi di mulut Wiwin,
sperma yang keluar jumlahnya cukup banyak sehingga meluber keluar dari
mulut Wiwin. Wiwin hanya dapat mendengus-dengus dan dengan terpaksa
menelan semua sperma yang dimuntahkan Liem tadi, sementara pegangan
tangan Liem di kepala Wiwin semakin kencang, sehingga sulit bagi Wiwin
untuk menarik kepalanya.
Setelah semprotan sperma yang terakhir,
barulah Liem mencabut kemaluan dari mulut Wiwin yang kini mulutnya
terlihat penuh dengan lendir memenuhi rongga mulutnya hingga ke
bibirnya. Dengan napas puas Liem mencapakkan kepala Wiwin hingga
telentang di kasur. “Siap, siap Sayang. Gue musti ngerasain pantat lo
yang putih mulus dan sekal ini..!” tiba-tiba terdengar suara Asan yang
sudah berada di samping Wiwin. Wiwin memandang Asan dengan wajah
ketakutan. Dia tahu bagaimana Asan memperlakukan Anisya hingga pingsan.
Kemudian
Asan menoleh ke Liem yang duduk di belakangnya untuk istirahat setelah
klimaks tadi. “Ja.. jangan, jangann.. Bang Asan.. saya nggak mau
diperkosa di situ Bang..! Ampun Bang. Rasanya ssakit.., kasihani saya
Bang..!” ujar Wiwin memelas kepada Asan. “He Anjing. Gue tetep nggak
perduli lo mau apa nggak..!” Asan menarik tubuh Wiwin hingga dia
terjatuh di atas sikunya lagi ke lantai, dan mengangkat pinggulnya
tinggi-tinggi. Kemudian dia menempatkan kepala penisnya tepat di tengah
liang masuk anusnya.
Setelah itu dia membuka belahan pantat Wiwin
lebar-lebar. “Ampun, jangan..! Sakit..! Ampun Bang Asan. Ampun..!
Aakkhh..!” Asan mulai mendorong masuk, sementara Wiwin mejerit-jerit
minta ampun. Wiwin meronta-ronta tidak berdaya, matanya terbelalak,
hanya semakin menambah gairah Asan untuk terus mendorong masuk penisnya.
Wiwin terus menjerit, ketika perlahan seluruh penis Asan masuk ke
anusnya. “Ampun..! Sakit sekali! Ampun! Ooughh.. iihh..!” jerit Wiwin,
ketika Asan mulai bergerak pelan-pelan keluar masuk anusnya.
“Buset!
Pantat lo emang sempit banget! Lo emang cocok buat beginian!” kata Asan
sambil mengusap-usap buah pantat Wiwin. Sementara itu darah segar
terlihat mulai mengalir menetes-netes membasahi paha dan kasur.
“Bener-bener pantat kualitas nomer satu!” omel Asan sambil terus memompa kemaluannya.
Tangisan
Wiwin makin keras, “Sakit! Sakit sekali! Ampun, sakit! Sakit Pak,
ampun..!”Sementara itu badannya mengejang-ngejang menggelepar-gelepar
menahan rasa sakit yang teramat sangat, tubuhnya semakin basah oleh
keringatnya. “Gila, gue bener-bener seneng sama pantat lo!” ujar Asan
sambil terus menyodomi Wiwin. Hingga akhirnya tubuh Asan mengejan keras,
kepalanya menengadah ke atas, cengkraman tangan di pinggang Wiwin pun
semakin keras dan urat-uratnya pun kini terlihat pertanda sebentar lagi
dia akan mencapi klimaksnya.
Asan berejakulasi di lubang pantat
Wiwin yang semakin kepayahan dan tubuhnya melemah. Asan pun dengan
menghela napas lega kembali menjatuhkan tubuhnya ke samping tubuh Wiwin
yang juga terjatuh telungkup badannya lemas dan menahan rasa sakit yang
tidak terhingga di lubang duburnya yang kini mengalami pendarahan.
Suara
yang terdengar dalam kamar kost itu hanya tangisan Wiwin, tangisan yang
benar-benar menyayat hati, yang membuat Liem kembali bangkit nafsunya.
Liem berjongkok membalikkan tubuh Wiwin yang tadinya telungkup menjadi
telentang. Kemudian menarik kaki Wiwin, lalu membukanya dan menekuk
hingga kedua pahanya menyentuh buah dadanya.
Kini posisi Wiwin
telah siap untuk disetubuhi, Liem meraih penisnya yang telah kembali
tegang dan emeganginya, memandang ke arah Wiwin yang memalingkan
wajahnya dari Liem, matanya terpejam erat-erat wajahnya yang masih
mengenakan topi nampak cantik walau penuh dengan keringat dan air mata.
Liem mengarahkan penisnya ke vagina Wiwin, cairan yang keluar dari
penisnya membasahi vaginanya, membantu membuka bibir vagina Wiwin. Wiwin
mengerang dan merintih, tubuhnya kembali meronta-ronta, giginya
menggeretak, Liem nampak menikmati jeritan Wiwin ketika dia
menghunjamkan penisnya ke vaginanya yang telah basah oleh darah dan
cairan vaginanya.
“Aahhgghh..!” Liem mulai memperkosa Wiwin. Kaki
Wiwin terangkat karena kesakitan dan rintihan terdengar dari
tenggorokannya. Tubuhnya mengejang berusaha melawan ketika Liem mulai
bergerak dengan keras di vagina Wiwin. Liem menarik penisnya sampai
tinggal kepalanya di vagina Wiwin sebelum didorong lagi masuk ke dalam
rahimnya. Liem semakin bersemangat mompakan batang kemaluannya di dalam
rahim Wiwin.
Nafsu telah membakar dirinya sehingga gerakannya pun
semakin keras, sehingga semakin cepat tubuh Wiwin pun lemas
tergoncang-goncang dan tersodok-sodok. Dan suatu ketika dengan kasarnya
dicampakkannya topi yang menutupi kepala Wiwin oleh Liem, sehingga
tergerailah rambut indah seukuran bahu milik Wiwin. Kini pada setiap
hentakan membuat rambut indah Wiwin tergerai-gerai menambah erotisnya
gerakan persetubuhan itu. Sambil terus menggenjot Wiwin, bibir Liem kini
dengan leluasa melumat dan menjilati leher jenjang Wiwin yang tidak
tertutup topi dan menyedot salah satu sisi leher Wiwin.
Gerakan
dan hentakan-hentakan masih berlangsung, iramanya pun semakin cepat dan
keras. Wiwin pun hanya dapat mengimbanginya dengan rintihan-rintihan
lemah dan teratur, “Ahh.. ohh.., ooh.. ohh.. oohh..!” sementara tubuhnya
telah lemah dan semakin kepayahan. Akhirya badan Liem pun menegang dan
tidak beberapa lama kemudian Liem berejakulasi di rahim Wiwin. Sperma
yang dikeluarkannya cukup banyak. Liem nampak menikmati semburan demi
semburan sperma yang dia keluarkan, sambil menikmati wajah Wiwin yang
telah kepayahan dan lunglai itu.
Liem mengerang kenikmatan di atas
badan Wiwin yang sudah lemah yang sementara rahimnya menerima semburan
sperma yang cukup banyak. “Aauughh.. oh..!” Wiwin pun akhirnya tersentak
tidak sadarkan diri dan jatuh pingsan menyusul Anisya temannya yang
terlebih dulu pingsan. Badan Liem menggelinjang dan mengejan disaat
melepaskan semburan spermanya yang terakhirnya dan merasakan kenikmatan
itu. Batinnya kini puas karena telah berhasil menyetubuhi dan memperkosa
serta merengut keperawanan Wiwin gadis mahasisiwi cantik yang
ditaksirnya itu.
Senyum puas pun terlihat di wajahnya sambil
menatap tubuh lunglai Wiwin yang tergelatak di bawahnya. Liem pun ibarat
telah memenangkan suatu peperangan, akhirnya terjatuh lemas lunglai
tertidur dan memeluk tubuh Wiwin yang tergolek lemah.
Begitulah
malam itu Asan dan Liem telah berhasil merenggut kegadisan dua orang
gadis cantik yang ditaksirnya. Waktu pun berlalu, fajar pun hampir
menyingsing, kedua tubuh gadis itu masih tidak bergerak. Bekas keringat,
cairan sperma kering dan darah mulai kering nampak menghiasi tubuh
telanjang tidak berdaya kedua gadis cantik itu.
Pagi itu saat Asan
dan Liem sudah rapih mengenakan pakaian mereka, tiba-tiba Henry sang
pemilik kost mendatangi kamar kedua gadis itu. Saat itu dia bersama
Acong teman Henry yang juga teman Asan dan Liem. “Hei.., kalian disini
rupanya.” ujar Henry. Dan seketika matanya terbelalak ketika melihat ke
dalam kamar kost dan melihat tubuh kedua gadis telanjang itu tergeletak
tidak bergerak. “Wah elo-elo abis pesta disini ya..?” tanya Henry. Tanpa
menjawab, Liem dan Asan dengan tersenyum hanya berlalu meninggalkan
Henry dan Acong yang terbengong-bengong.
Saat Liem dan Asan
berjalan meninggalkan kamar kost, mereka sempat melirik ke belakang.
Rupanya Henry dan Acong sudah tidak terlihat lagi dan kamar kedua gadis
itu kembali rapat terkunci. Kini rupanya giliran Henry dan Acong yang
berpesta menikmati tubuh kedua gadis malang itu.
Memang
rupa-rupanya Henry juga memendam cinta kepada gadis-gadis itu dan kali
ini dia dibantu oleh Acong dapat leluasa menikmati tubuh gadis-gadis
itu. Kembali tubuh Anisya dan Wiwin yang sudah tidak sadarkan diri
menjadi bulan-bulanan. Henry dan Acong pun leluasa berejakulasi di mulut
dan rahim gadis-gadis itu sepuas-puasnya.